MORFLOGI BAHASA ROTE OLEH LEKSI INGGUOE

Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal (Verhaar, 2006:97). Di pihak lain Alwasilah mengatakan bahwa morfologi adalah bagian linguistik yang mempelajari morfem dan menganalisis struktur, bentuk, dan klasifikasi kata-kata (1993:110). Nida (1962:1) menjelaskan bahwa morfologi merupakan studi tentang morfem dan penyusunannya dalam pembentukan kata.
Secara struktural, yang menjadi objek dari kajian bidang morfologi pada tingkat paling rendah adalah morfem, sedangkan pada tingkat yang paling atas adalah kata.

3.1 Morfem
Suatu bentuk bahasa yang sebagiannya tidak mirip dengan bentuk lain mana pun juga, baik bunyi maupun arti adalah bentuk tunggal atau morfem (Bloomfield, 1933:161). Morfem ialah satuan terkecil yang mempunyai arti (Alwasilah, 1993: 111). Secara singkat Gleason mendefinisikan morfem sebagai bagian terkecil yang mengandung pengertian dari suatu ujaran (1961:61).
Untuk menentukan morfem, dapat diidentifikasi beberapa kata berikut: ufade ‘(saya) membertahu’, langgoun ‘(mereka) memanggilnya’, dan nanatutuk ‘dipukul’. Kata ufade dapat dipisahkan dalam 2 morfem yaitu u- (proklitik orang pertama tunggal) dan -fade ‘memberitahu’; kata langgoun dipisahkan menjadi 3 morfem yaitu la- (proklitik orang ketiga jamak), -nggou ‘memanggil’; dan -n (enklitik orang ketiga tunggal -nya); kata nanatutuk dipisahkan-pisahkan dalam 3 morfem yaitu nana- (prefiks pasif), tutu ‘pukul’, dan -k (konsonan penutup penentu).
Berdasarkan distribusinya, morfem dapat dibagi atas morfem bebas dan morfem terikat (Pateda, 1994:74; bandingkan Akmajian dkk, 1984:68).
a) Morfem bebas; morfem ini bisa terdapat sebagai kata dan mampu berdiri sendiri sebagai kata (Verhaar, 1997:52; bandingkan Kridalaksana, 2008:158). Morfem bebas dapat berupa kata penuh dan kata tugas/fungsi (lih. Akmajian dkk, 1984:68). Misalnya uma ‘rumah’, ani ‘angin’, hatahori ‘orang’, ndala ‘kuda’, bara ‘hewan’ (kata penuh), nai ‘di’, fo ‘untuk’, de ‘sehingga’, sila ‘mereka’, dan neme ‘dari’ (kata tugas).
b) Morfem terikat; adalah morfem yang tidak terdapat sebagai kata, tetapi selalu dirangkaikan dengan satu atau lebih morfem lain menjadi satu kata (Verhaar, 1977:53). Atau dengan kata lain morfem yang tidak berpotensi untuk berdiri sendiri dan selalu terikat dengan morfem lain untuk membentuk ujaran (Kridalaksana, 2008:159). Morfem terikat dapat berupa afiks seperti mana- dalam kata manala’o eik ‘pejalan kaki’; nana- dalam kata nanambedak ‘tersimpan’; ma- dalam kata malole ‘baik’, dan mangga- dalam kata manggaledok ‘terang’. Selain afiks, juga berupa klitik pronomina seperti a- dalam kata anoli ‘(saya) belajar’; rama- dalam kata ramahere ‘(mereka) percaya’; dan manga- dalam kata mangatuk ‘duduk’.
Dalam mengidentifikasi morfem, terdapat juga jenis morfem dasar yaitu morfem yang menjadi dasar untuk pembentukan morfem yang lebih besar (Pateda, 1994:75; Kridalaksana, 2008:44). Verhaar membagi morfem dasar menjadi 3 bagian yaitu morfem pangkal, morfem akar dan morfem pradasar (2006:98).
a) Morfem pangkal; yaitu morfem dasar yang bebas, misalnya tutu ‘pukul’ dalam matutu ‘berkelahi’, tonggo ‘bertemu’ dalam atonggo ‘(saya) bertemu’, dan dolu ‘pancing’ dalam manadolu ‘nelayan’.
b) Morfem akar; yaitu morfem dasar yang berbentuk terikat. Untuk menjadi bebas harus mengalami proses afiksasi dan komposisi. Contoh: morfem akar -ledo dan -loa harus diberi prefiks manga- dan ma- untuk menjadi bentuk bebas, sehingga menjadi mangaledo ‘terang’ dan maloa ‘lebar, luas’.
c) Morfem pradasar; yaitu bentuk yang membutuhkan proses afiksasi atau klitiksasi atau komposisi untuk menjadi bentuk bebas. Contoh –sufu membutuhkan prefiks maka- menjadi makasufu ‘dingin’; -nggou membutuhkan proklitik (misalnya) a- ‘proklitik orang pertama tunggal’ menjadi anggou ‘(saya) memanggil’, dan bentuk dote membutuhkan kata feta ‘pesta’ menjadi kata majemuk feta-dote ‘acara pesta’.

3.2 Morf dan Alomorf
Morf dan alomorf merupakan bagian dari morfem. Morf merupakan anggota morfem yang belum ditentukan distribusinya (Kridalaksana, 2008:158). Sedangkan alomorf adalah anggota morfem yang telah ditentukan posisinya (Kridalaksana, 2008:11). Menurut Alwasilah (1993:112) bahwa setiap morfem yang memiliki variasi disebut alomorf, yang biasanya terdiri dari variasi fonetik dalam satu lingkungan fonetik dari morfem tersebut. Oleh karena itu morf bersifat lebih umum dan alomorf lebih khusus.
Dari konsep di atas, dapat ditentunkan perbedaan morf dan alomorf dalam enklitik posesif -n. dalam distribusinya, -n akan mengalami perubahan sesuai dengan pronomina persona yang dibubuhkan. Varian enklitik -n yaitu -ng, -m, dan -n. enklitik -ng digunakan untuk posesif persona pertama tunggal, -m untuk posesif persona kedua, dan -n untuk posesif persona kedua jamak dan ketiga.
Contoh enklitik -n yang dilekatkan dengan kata dae ‘tanah’.
Au daeng ‘tanah saya’
O daem ‘tanah saya’
Ndia daen ‘tanah saya’
Ai daen ‘tanah saya’
Ita daen ‘tanah saya’
Ei daem ‘tanah saya’
Sila daen ‘tanah saya’
Dari contoh di atas, enklitik -n merupakan morf sedangkan varian dari enklitik -n yaitu -ng, -m, dan -n adalah alomorf.

3.3 Kata
Istilah kata merujuk kepada bentuk bebas yang paling kecil atau dengan kata lain setiap bentuk bebas merupakan kata (Ramlan, 1978:12). Definisi yang hampir sama dikemukakan oleh Kridalaksana (2008:110) bahwa kata merupakan morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahawasan sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. Pateda (1994:80) menyatakan setiap morfem yang kompleks dapat juga disebut sebagai kata.
Kata dapat dianalisis dalam kalimat tunga faik au amang fo kapa nai mok ‘setiap hari ayah saya gembala kerbau di padang’. Kalimat ini dapat dipisahkan dalam 8 kata yaitu tunga ‘setiap’, faik ‘hari’, au ‘saya’, amang ‘ayah(saya)’, fo ‘gembala’, kapa ‘kerbau’, nai ‘di’, dan mok ‘padang’.
Menurut bentuknya, kata dapat dibedakan atas kata dasar, kata berimbuhan, kata ulang, dan kata majemuk (Pateda, 1994:80).
Kata dasar adalah kata yang belum memperoleh imbuhan dan satuan itu telah mengandung makna. Misalnya hundi ‘pisang’, tutu ‘pukul’, nggo ‘menangis’, tati ‘potong’, dan menge ‘ular’. Kata dasar biasanya merupakan dasar pembentukan kata berimbuhan (Pateda, 1994:80). Misalnya kata dasar fapa ‘tampar’ dan tungga ‘ikut’, dibentuk oleh prefiks nana- dan mana- menjadi nanafepak ‘ditampar’ dan manatungga ‘pengikut’.
Kata berimbuhan adalah kata-kata yang mengalami perubahan bentuk akibat melekatnya afiks (prefiks, infiks, simulfiks, konfiks, sufiks). Misalnya manatutu ‘tukang pukul’, kadak ‘berdarah’, dan maoek ‘berair’. Kata-kata tersebut telah mengalami proses pengimbuhan yaitu prefiks mana- dalam manatutu, prefiks ka- dalam kadak, dan prefiks ma- dan sufiks -k dalam oe.
Kata ulang adalah kata yang mengalami perulangan baik sebagian maupun keseluruhan. Misalnya basa-basa ‘semua-semua’, koe-koe pelan-pelan, dan dua-duak ‘dua-dua’.
Kata majemuk adalah gabungan dua morfem dasar menjadi satu kata (Verhaar, 2006:154), atau gabungan leksem dengan leksem yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantic yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan (Kridalaksana, 2008:111). Misalnya lete ha’ik ‘gunung api’, uma hedis ‘rumah sakir’, soda molek ‘selamat sentosa’, dan fua funik ‘tumpah darah (tanah lahir)’.
3.4 Kelas Kata
Istilah kelas kata identik dengan golongan kata atau kategori kata atau klasifikasi kata. Kata digolongkan menjadi 5 kelas yaitu nomina, verba, adjektiva, adverbia, dan partikel (Parera, 1990:6). C. A. Mees (1957) membagi kelas kata dalam bahasa Indonesia menjadi 10 kelas yaitu kata benda, kata kerja, kata sifat, kata keterangan, kata ganti, kata bilangan, kata depan, kata sambung, kata sandang, dan kata seru.
Bahasa Rote sendiri telah dibagi menjadi enam kelas utama yaitu nomina, pronomina, numeralia, verba, adjektiva, dan adverbia (Fanggidae dkk, 1998:29). Kelompok lain yang disebutkan Fanggidae dkk yang bukan merupakan kelas utama adalah kata tugas yang meliputi preposisi, konjungsi, dan partikel.

3.4.1 Nomina
Nomina adalah kelas kata yang sering berpadanan dengan orang, benda, atau hal lain yang dibendakan dalam alam di luar bahasa (Kridalaksana, 2008:162).
Ciri-ciri nomina dalam bahasa Rote adalah sebagai berikut:
a. Dapat diikuti oleh enklitik pronomina posesif yaitu –ng, -m, -n, -na
Contoh: te’ona ‘bibinya’, manun ‘ayam mereka’, papang ‘ayahku’, ka’am ‘kakakmu’, tolon ‘telurnya’.
b. Dapat diikuti oleh konsonan penentu -k, -n, dan -s
Contoh: elus ‘pelangi (itu)’, fadik ‘adik (tertentu)’, anan ‘anak (seseorang)’.
c. Dapat diikuti oleh adjektiva sebagai atribut dari nomina
Contoh: badu fulak ‘baju putih’, uma matua ‘rumah besar’, atahori madema ‘orang tinggi’, dan lopo beuk ‘celana baru’.
d. Dapat diikuti oleh kata ta sebagai pengingkar ta ‘tidak ada’.
Contoh: batu ta ‘batu tidak ada’, busa ta ‘tidak ada anjing’, dan hatahori ta ‘tidak ada orang’
Menurut sifatnya, nomina atau kata benda dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu nomina yang dapat diperiksa (konkrit) dan nomina yang tidak dapat diperiksa atau abstrak (Mees, 1957:32).
Nomina dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu nomina yang dapat dihitung, nomina yang tidak dapat dihitung, dan nomina yang menyatakan nama khas (Chaer, 1988:108-110).
a. Nomina yang dapat dihitung
Nomina ini disebutkan oleh Mees (1957) dengan istilah kata benda yang dapat diperiksa atau nomina terbilang yaitu nomina konkrit yang dapat dijamakan (Kridalaksana, 2008:164).
Chaer (1988:108) menyebutkan bahwa nomina yang dapat dihitung meliputi: 1) kata yang menyatakan orang (nama diri, kekerabatan, pangkat atau jabatan, dan gelar), misalnya bei ‘nenek’, mama ‘ibu’, ndolu ‘dukun’, manatutu ‘tukang pukul’, dan manek ‘raja’; 2) kata yang menyatakan hewan, misalnya manu ‘ayam’, bafi ‘babi’, kapa ‘kerbau’, sambi ‘sapi, lembu’, kode ‘kera’, dan manupui ‘burung’; 3) kata yang menyatakan alat, perkakas dan perabot, misalnya suluk ‘sendok’, taka ‘pacul’, dope ‘pisau’, pingak ‘piring’, dan mako ‘mangkuk’; 4) kata yang menyatakan hal atau proses, misalnya neulaun ‘kebaikannya’, ndon ‘kebenaran (seseorang)’, dan salak ‘kesalahan’; 5) kata yang menyatakan benda alam, misalnya mas ‘emas’, bulak ‘bulan’, letek ‘gunung’, nduk ‘bintang’, ledo ‘matahari’, dan tasi ‘laut’; 6) kata yang menyatakan hasil, misalnya tataon ‘hasil kerjanya’, sisilon ‘tembakannya’, dan hehenen ‘panjatan (seseorang)’.
b. Nomina yang tidak dapat dihitung
Nomina yang tidak dapat dihitung disebut juga kata benda yang tidak dapat diperiksa (Mees, 1957) atau nomina tak terbilang (Kridalaksana, 2008). Biasanya menyatakan bahan dan zat. Contoh: oe ‘air’, mina ‘minyak’, salaek ‘pasir’, afu ‘abu’, dae ‘tanah’, dan masu ‘asap’.
c. Nomina yang menyatakan nama khas
Jenis nomina ini biasanya meliputi nama-nama tempat dan geografis, misalnya Lote ‘Rote’, Dengga ‘Dengka’, Sonobai ‘Timor’, Savu ‘Sabu’, Jawa ‘Jawa’, dan Olanda ‘Belanda’.
Menurut sifatnya, nomina dibedakan menjadi nomina konkrit dan nomina abstrak. Nonina konkrit dalah nomina yang menunjukkan benda berwujud; biasanya dilihat, dirasa, dan diraba misalnya ai ‘pohon’, batu ‘batu’, oe ‘air’, ka’a ‘kakak’, dae ‘tanah’, dan nusa ‘rusa’. Sedangkan nomina abstrak adalah sesuatu yang dibendakan atau nomina yang tidak berwujud, misalnya namahehelek ‘agama, kepercayaan’, nanonolik ‘pelajaran’, lala’o ‘perjalanan’, lolen ‘kebaikan (seseorang)’, dan kokola ‘pembicaraan’.
Berdasarkan struktur bentuk kata, nomina terdiri dari nomina dasar dan nomina turunan. Nomina dasar yang dimaksudkan adalah nomina yang berlum mendapat proses morfologis. Contoh: fai ‘hari’, lafo ‘tikus’, ne’ek ‘semut’, kandela ‘kursi’, uma ‘rumah’, dan mbuik ‘burung’. Sedangkan nomina turunan adalah nomina yang merupakan kata yang sudah mengalami proses morfologis. Dalam bahasa Rote terdapat beberapa proses pembentukan nomina yaitu: melalui komposisi, afiksasi, dan reduplikasi.
a. Pembentukan nomina melalui komposisi
Dalam proses ini nomina dihasilkan melalui pemajemukan. Terdapat beberapa kategori yang dapat dimajemukan untuk menghasilkan nomina.
- Nomina + nomina, contoh: busa ana ‘anak anjing’, manu tolo ‘telur ayam’, dan ofa ha’ik ‘kapal api’.
- Nomina + adjektiva, contoh: hatahori kamuluk ‘orang gila’, tou kamasu’i ‘laki-laki kaya’, badu nggeok ‘baju hitam’, dan banda fui ‘hewan liar’.
- Nomina + numeralia, contoh: manu telu ‘tiga ekor ayam’, tou lasik esa ‘seorang tua’, dan kama dua ‘dua kamar’.
b. Pembentukan nomina melalui afiksasi
Dalam proses pembentukan nomina melalui afiksasi, dalam bahasa Rote terdapat dua prefiks untuk menghasilkan nomina yaitu mana- dan nana-. Umumnya nomina hasil afiksasi berasal dari kategori verba. Contoh: manadolu (i'ak) ‘penjala ikan, nelayan’, manatutu ‘tukang pukul’, mananasu ‘tukang masak’, manasula ‘penilis’, nanafitik ‘yang ditendang’, nanambiak ‘yang dilempar’, nanasulak ‘yang ditulis’, dan nanakenak ‘yang tertutup’.
c. Pembentukan nomina melalui reduplikasi
Proses pembentukan nomina dalam bahasa Rote melalui reduplikasi hanya terjadi melalui reduplikasi dwipurwa atau reduplikasi silabe pertama. Contoh: tututu ‘pukulan’ dari verba tutu ‘pukul’; lala’o ‘perjalanan’ dari verba la’o ‘jalan’, nininuk ‘minuman’ dari verba ninu ‘minum’, dan mamaek ‘kemaluan’ dari adjektiva mae ‘malu’.

3.4.2 Pronomina
Pronomina atau kata ganti adalah kata yang mengantikan nomina atau frasa nomina (Kridalaksana, 2008:200). Pronomina digolongkan menjadi 6 jenis yaitu 1) kata ganti orang (personal pronomina), 2) kata ganti empunya, 3) kata ganti penunjuk, 4) kata ganti tanya, 5) kata ganti penghubung, dan 6) kata ganti tak tentu.
a. Pronomina Persona
Pronomina persona atau kata ganti orang terdiri dari 3 jenis yaitu kata ganti orang pertama, kata ganti orang kedua, dan kata ganti orang ketiga.
 Persona pertama; au ‘saya’ → tunggal dan ai/hai/ami ‘kami’ (eksklusif), ita/hita (inklusif) → jamak.
Contoh pronomina persona pertama dalam kalimat:
Au ‘saya’
- au la’o eik uni ba’a u ‘saya berjalan kaki ke ba’a’
- ana asa fe au badu ‘ia membelikan saya baju’
- ara kokolak au nadengga ‘mereka membicarakan nama saya’
- au papang namahedi ‘ayah saya sakit’
- ka’an tutu au ‘kakaknya memukul saya’
Ai/hai/ami ‘kami’
- ai moken doik ‘kami memintanya uang’
- sira ratonggo ro ai maman ‘mereka bertemu dengan ibu kami’
- to’o hasa lopo fe ami ‘paman membeli celana untuk kami’
- tou lasik ndia ana sue ami ‘orang tua itu menyayangi kami’
- hai mita fatu esa sia lates boboan ‘kami melihat sebuah batu di samping kuburan’
- atahorira ramahere hai ‘orang-orang percaya kami’
- ami mafarende ami lahendanara ‘kami mengingat orang-orang kami’
- mesen na fepa ami langana ‘guru itu memukul kepala kami’
- ami sipok mala susulana ‘kami menerima suratnya’
Ita/hita ‘kita’
- ita tatongo ton ‘kita bertemu dengannya’
- langatuk nai ita kandelana ‘mereka duduk di atas kursi kita’
- ita hapu sapi hitu ‘kita memperoleh tujuh ekor sapi’
- lafade hita lae hita papan maten ena ‘mereka memberitahu bahwa ayah kita sudah meninggal’
- touk na leo sia hita umen ‘orang itu tinggal di rumah kita’
 Persona kedua; o/ho ‘engkau, anda’ → tunggal dan ei/hei/emi ‘kalian, kamu’ → jamak.
 Persona ketiga; ndia/ria/ana ‘dia’ → tunggal dan sila/sira/ala/ara ‘mereka’ → jamak.
Dalam struktur sintaksis, objek yang berupa pronomina persona biasanya berupa klitik pronomina. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh kalimata-kalimat berikut ini:
 Persona pertama; -nggau/-ngga/-nga/-ka ‘saya’ → tunggal dan –nggai/-ngai/-kai ‘kami’ (eksklusif), -nggata/-ngata/-kata (inklusif) → jamak.
 Persona kedua; -nggo/-ngo/-ko ‘engkau, anda’ → tunggal dan –nggei/-ngei/-kei ‘kalian, kamu’ → jamak.
 Persona ketiga; -n ‘dia’ → tunggal dan –sala/sara/-sa/-s/-asa/-si ‘mereka’ → jamak.
b. Pronomina posesif
Pronomina posesif atau kata ganti empunya, dalam bahasa Rote berupa klitik pronomina yaitu -ng untuk persona pertama tunggal; -n untuk persona pertama jamak dan ketiga tunggal; -m untuk persona kedua; -nala untuk persona ketiga jamak.
c. Kata ganti penujuk
Kata ganti petunjuk dalam bahasa Rote terdiri dari ewew
Ia, na, ele, ndia, ria
d. Kata ganti tanya
Kata ganti tanyadfg
- Kata tanya yang menytakan orang
- Kata tanya yang menytakan benda
- Kata tanya yang menytakan sebab
- Kata tanya yang menytakan jumlah
- Kata tanya yang menytakan tempat
- Kata tanya yang menytakan waktu
- Kata tanya yang menytakan keadaan
- Kata tanya yang menytakan pilihan
e. Kata ganti penghubung
Kata ganti penghubung dsfdf
Yang, sss
f. Kata ganti tak tentu
Kata ganti tak tentu gfgfg
Sesuatu, apa, apa-apa, apapun (benda), orang, seorang, seseorang, barangsiapa, siapa (orang)
3.4.3 Verba
Dsdssdds
Verba Dasar
Nggo ‘menangis’
La’o ‘pergi’
Tutu ‘pukul’
Tonggo ‘bertemu’
Lu’a ‘pikul’
Tui ‘bercerita’
Saka ‘cari’
Verba Turunan
Verba transitif: mbia, ho’i, tao
Verba intransitif: berlari, menangis, pergi
Verba aus: tidur, bangun, duduk, mandi, pergi, pulang (verba yang berbentuk kata dasar)
Verba refleksi: verba yang berobjek diri sendiri: berhias, berpakaian
Verba resiprokal: bertinju, bergandengan
Verba infinitif: verba sebagai nomina: belajar itu penting, orang yang hidup perlu makan
Verba aktif
Verba pasif
Verba bantu
Verba bantu adalah kata yang dipakai untuk menerangkan verba dalam frase verbal (Kridalaksana, 2008:254). Dalam bahasa Rote, terdapat beberapa bentuk verba bantu yaitu antara lain ana, heni, dan –ala.
Dalam penggunaannya verba bantu ana biasanya digunakan pada setiap subjek yang menyebut sesuatu nama, dan bukan subjek pronominal persona. Perhatikan contoh-contoh berikut:
- (a) Au musi roko ‘saya mengisap rokok’
(b) Papa ana musi roko ‘bapak mengisap rokok’
- (a) Ala tutu fadin ‘mereka memukul adiknya’
(b) Touk ndia ana tutu fadin ‘orang itu memukul adiknya’
- (a) Ndia na’a kakau ‘dia makan nasi’
(b) Frid ana na’a kakau ‘Frid makan nasi’
- (a) Ita kiki busa ‘kita menggigit anjing’
(b) Busa ana kiki ita ‘anjing menggigit kita’
Perhatikan kembali contoh di atas, contoh kelompok (a) tidak mengandung verba bantu karena subjeknya adalah pronominal persona, sedangkan contoh kelompok (b) mengandung verba bantu karena subjeknya tidak terdiri dari subjek pronominal persona.
Penggunaan bentuk verba bantuk heni selalu mengikuti setiap verba yang bermakna sesuatu yang dilakukan oleh verba tersebut dengan tidak menguntungkan atau merugikan subjek. Makna heni yakni membuang, melepas, menjauhkan, meninggalkan, dan lain-lain. Misalnya verba pada mbia ‘lempar’, fe’a ‘cabut’, loso ‘tarik’, fola ‘menghapus’, dan fiti ‘tendang’. Perhatikan contoh dalam kalimat.
- Ana mbia heni pinggak ‘ia melempar (keluar)/ membuang piring’
- Au fe’a heni na’u ‘saya mencabut (dan membuang) rumput’
- Ala loso heni papan ‘mereka menarik (keluar) bapaknya’
- Ai fola heni naden ‘kami menghapus namanya’
- Ita fiti heni bola ‘kita menendang (keluar) bola’
Penggunaan verba bantu –ala selalu mengikuti setiap verba yang bermakna sesuatu yang dilakukan oleh verba tersebut dengan menguntungkan subjek. Makna -ala dapat diartikan dengan mendapat, mengambil, menangkap, memperoleh, menghasilkan, mendatangkan, dan lain-lain. Misalnya verba pada humu ‘tangkap’, hela ‘tarik’, dolu ‘pancing’, hani ‘memberi makan’, dan bo ‘melu-bangi’. Perhatikan contoh dalam kalimat.
- Au humu ala bafi so ‘saya sudah (berhasil)menangkap babi’
- Ana hela nala fadin ‘ia menarik (datang) adiknya’
- Ai dolu mala I’ak telu ‘kami berhasil memancing 3 ekor ikan’
- Sila hani lala bafi maten ‘mereka memberi makan babi sampai mati’
- Ita bo tala bola bolok-bolok mesan ‘kita melubangi bola penuh dengan lubang’
Verba kausatif
Verba kausatif adalah verba yang berarti menyebabkan atau menjadikan sebab (Kridalaksana, 2008:255). Dalam bahasa Rote verba bentukan yang menyatakan verba kausatif adalah bentuk verba yang diberi klitik pronominal aka-, -maka, -niki, -laka, dan -taka dengan bentuk verba dasar tersebut mengalami pengulangan silabe pertama. Contoh:
• tuda ‘jatuh’ → tutudak ‘cara jatuh’→ aka-tutudak ‘(saya) menjatuhkan’
• mbe’u ‘tidur’ → mbembe’u ‘tidur-tidur’ → niki-mbembe’u ‘(ia) menidurkan/ membuatnya tidur’
• la ‘terbang’ → lala ‘terbang-terbang’ → makalala ‘(anda) menerbangkan/ membuatnya terbang’
• basa ‘habis’ → babasa ‘habis tak tersisa’ → lakababasak ‘(mereka) menghabiskan/ membuatnya habis’
Pendistribusian bentuk dasar verba
a. bonggi ‘(me)lahir(kan), beranak’
bonggik ‘yang dilahirkan’
bobonggik ‘waktu ingin melahirkan, keluarga’
bobonggi dalen ‘masa hamil 7 bulan ke atas’
bonggi-bonggi ‘melahirkan berulang-ulang’
fadi bonggik ‘adik kandung’
nanabonggik ‘dilahirkan, terlahir, diperanakan’
fai bobonggik ‘hari ulang tahun’
manabonggik ‘orang yang melahirkan’
abonggik ‘(saya) melahirkan tanpa pola’
nibonggik ‘(dia) melahirkan tanpa pola’
labonggik ‘(mereka) melahirkan tanpa pola’
mabonggik ‘(engkau, anda) melahirkan tanpa pola’
tabonggik ‘(kita) melahirkan tanpa pola’
akabobonggik ‘(saya) membantu proses melahirkan’
nikibobonggik ‘(dia) membantu proses melahirkan’
makabobonggik ‘(engkau, anda) membantu proses melahirkan’
lakbobonggik ‘(mereka) membantu proses melahirkan’
takabobonggik ‘(kita) membantu proses melahirkan’
b. tutu ‘pukul’
atutu ‘(saya) berkelahi’
matutu ‘(anda/ kalian/ kami) berkelahi’
nitutu ‘(dia) berkelahi’
tatutu ‘(kita) berkelahi’
latutu ‘(mereka) berkelahi’
tututuk ‘pemukulan, perkelahian’
akatututuk ‘(saya) mengadu, membuat berkelahi’
makatututuk ‘(anda/ kalian/ kami) mengadu, membuat berkelahi’
nikitututuk ‘(dia) mengadu, membuat berkelahi’
takatututuk ‘(kita) mengadu, membuat berkelahi’
lakatututuk ‘(mereka) mengadu, membuat berkelahi’
manatutu ‘tukang pukul’
katutuk ‘suka memukul’
nanatutuk ‘terpukul, dipukul’
batutu (ana) ‘saling pukul’
tutu (-ala) ‘memukul sampai’
tutu batu ‘pukul batu’
c. tuda ‘jatuh’
atuda ‘(saya) menjatuhkan’
matuda ‘(anda, kalian, kami) menjatuhkan’
nituda ‘(dia) menjatuhkan’
latuda ‘(mereka) menjatuhkan’
tatuda ‘(kita) menjatuhkan’
tutudak ‘proses menjatuhkan, kejatuhan’
akatutudak ‘(saya) membuat sesuatu jatuh’
makatutudak ‘(anda, kalian, kami) membuat sesuatu jatuh’
nikitutudak ‘(dia) membuat sesuatu jatuh’
takatutudak ‘(kita) membuat sesuatu jatuh’
lakatutudak ‘(mereka) membuat sesuatu jatuh’
tuda mbesik ‘jatuh tak berdaya’
tuda-tuda ‘jatuh-jatuh’
tuda heni ‘menjatuhkan (menghilangkan)’
d. -inu ‘minum’
inu ‘(saya) minum’
minu ‘(anda, kalian, kami) minum’
ninu ‘(dia) minum’
tinu ‘(kita) minum’
linu ‘(mereka) minum’
nininuk ‘minuman’
akanininuk ‘(saya) meminumkan’
makanininuk ‘(anda, kalian, kami) meminumkan’
nikinininuk ‘(dia) meminumkan’
lakanininuk ‘(mereka) meminumkan’
takanininuk ‘(kita) meminumkan’
na’a ninu ‘makan minum’
ninu lalu ‘minum arak’
e. -nggou ‘panggil’
anggou ‘(saya) memanggil’
manggou ‘(anda, kalian, kami) memanggil’
ninggou ‘(dia) memanggil’
langgou ‘(mereka) memanggil’
tanggou ‘(kita) memanggil’
nggou-nggou ‘panggil-panggil’
anggonggou ‘panggilan (saya)’
manggonggou ‘panggilan (mu, kami)’
ninggonggou ‘panggilan (nya)’
tanggonggou ‘panggilan (kita)’
langgonggou ‘panggilan (mereka)’
anggonggouk ‘(saya) selalu memanggil’
manggonggouk ‘(anda, kalian, kami) selalu memanggil’
ninggonggouk ‘(dia) selalu memanggil’
tanggonggouk ‘(kita) selalu memanggil’
langgonggouk ‘(mereka) selalu memanggil’
anggou-anggou ‘(saya) memanggil (berulang kali)’
manggou-manggou ‘(kamu, kami) memanggil (berulang kali)’
ninggou-ninggou ‘(dia) memanggil (berulang kali)’
tanggou-tanggou ‘(kita) memanggil (berulang kali)’
langgou-langgou ‘(mereka) memanggil (berulang kali)’
langgonggo aok ‘saling paling’
manamanggou ‘tukang panggil’
f. -nea ‘jaga’
anea ‘(saya) menjaga’
manea ‘(engkau, kalian, dan kami) menjaga’
ninea ‘(dia) menjaga’
tanea ‘(kita) menjaga’
lanea ‘(mereka) menjaga’
anenea ‘(saya) berjaga-jaga’
manenea ‘(engkau, kalian, dan kami) berjaga-jaga’
ninenea ‘(dia) berjaga-jaga’
tanenea ‘(kita) berjaga-jaga’
lanenea ‘(mereka) berjaga-jaga’
manamanea ‘penjaga’
nenea ‘cara menjaga, penjagaan’
g. -nene ‘dengar’
amanene ‘(saya) mendengar’
niminene ‘(dia) mendengar’
mamanene ‘(kamu, kalian, kami) mendengar’
tamanene ‘(kita) mendengar’
lamanene ‘(mereka) mendengar’
amanenene ‘(saya) mendengar-dengar’
niminenene ‘(saya) mendengar-dengar’
mamanenene ‘(saya) mendengar-dengar’
tamanenene ‘(saya) mendengar-dengar’
lamanenene ‘(saya) mendengar-dengar’
nenene ‘dengar-dengar’
3.4.4 Adjektiva
Wrrere

3.4.5 Adverbia
Efff … amat, sangat, sekali, belum, akan, sedang, mungkin, terlalu, terlampau, rupanya, agaknya, sesungguhnya, hati-hati, sungguh-sungguh, perlahan-lahan, lebih kurang, seumur hidup.
Keterangan waktu: sekarang, kemarin, kelak, minggu depan
Keterangan modalitas: memang, niscaya, pasti, tidak, bukan, sungguh (kepastian); mungkin, agaknya, barangkali, rupanya (kesangsian); benar, betul, sebenarnya (pengakuan); moga-moga, semoga, mudah-mudahan (harapan); mari, baik, hendaknya (ajakan); jangan (larangan); masakan, mustahil, mana mungkin (keheranan).
Keterangan aspek: pun, lah (inkoatif); tengah, sedang, sementara (duratif); sudah, telah (perfektif); sesaat, sejenak, sekejap (imomental); sering, kerap kali (frekuentif); biasa (habituatif)
Keterangan tempat: di sini, dari sana, dari mana, di mana-mana.
3.4.6 Numeralia
Sffdf
Numeral atau kata bilangan yakni menyatakan bilangan, jumlah kumpulan, atau nomor urutan pada substantif. Ada 5 jenis yaitu: numeral induk, pecahan, numeral tak tentu, numeral kumpulan, numeral tingkat atau urutan (Mees, 1957:32).
Numeralia takrif terdiri dari bebas dan terikat. Contoh numeralia bebas: esa ‘satu’, dua ‘dua’, telu ‘tiga’, ha ‘empat’, lima ‘lima’, ne ‘enam’, hitu ‘tujuh’, falu ‘delapan’, sio ‘sembilan’, sanahulu ‘sepuluh’, sanahulu esa ‘sebelas’dan seterusnya. Sedangkan numeralia terikat adalah hulu ‘puluh’, natun ‘ratus’, dan lifun ‘ribu’.
Numeralia taktakrif seperti no’uk ‘banyak’, basa ‘semua’, faak ‘sedikit’, dai ‘cukup’
3.4.7 Kata Tugas
Sdfsfd
Interjeksi disebut juga kata seru adalah bentuk yang tak dapat diberi afiks dan yang tidak mempunyai dukungan sintaksis dengan bentuk lain dan yang dapat mengungkapkan perasaan; biasanya muncul pada awal ujaran (Kridalaksana, 2008:95). Oleh Moeliono (1988:336) kata seru (interjeksi) adalah kata efektif yang mengungkapkan seruan perasaan.
Interjeksi atau Kata Seru
Kata seru merupakan kata yang sulung karena tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam kalimat (Mees, 1957: 31-32). Kata seru biasanya menyatakan panggilan, bunyi memperingatkan adanya bahaya, yang menyatakan kesakitan, dan berbagai keharuan kalbu seperti kasih saying, penyesalan, penghinaan, dan lain-lain (Mees, 1957:288).
Contoh:
‘o menyatakan sahutan atas panggilan secara langsung
ino
adu
weh
he
ya
eh
Dalam struktur kalimat sering terdapat kalimat seru yang sebenarnya bukan terdiri dari kata seru, khususnya dalam jenis kalimat minor. Perhatikan contoh berikut:
a. ndia ta na’a ‘ia tidak makan’
b. ta! ‘tidak!’
Pada contoh (a) kata ta ‘tidak’ bukan merupakan kata seru melainkan adalah kata pengingkaran sedangkan dalam contoh (b) kata ta ‘tidak’ adalah jenis kata seru. Perhatikan contoh yang lain.
- Nene! ‘diam-diam!’
- Bosok! ‘jangan!’
Boso musi! ‘jangan merokok!’
3.4.7.1 Preposisi
Preposisi addfgfg: di, ke, dari, dalam; pada; akan; dengan; atas; antara
Direktif: di, ke, pada, kepada, dalam, dari. nai, neu, neme
Atribut: sejak, hanya, tentu/pasti, kira-kira/mungkin, semoga/mudah-mudahan, belum/sebelum, tidak pernah, belum pernah, memang, sebenarnya, hamper, sebaiknya. ndia ‘sejak’, kada,
Konektif koordinatif: dan, dengan, beserta, bersama, tidak, tanpa, tetapi, akan tetapi, malahan, kecuali, atau, padahal, adapun.
Konektif subkoordinatif: jika, kalau, seandainya, apabila, bilamana, asal, sebab, karena, agar, supaya, biar, kemudian, meskipun, walaupun, sewaktu/ketika, sementara, setelah, sesudah, sehabis.
Konektif korelatif: tidak … tetapi, baik …. Maupun, bukan … melainkan.
Postposisi: sekali, sangat, paling, lagi, juga, agak, betul-betul.
3.4.7.2 Konjungsi
Kata Sambung atau Konjungsi
Kata sambung menghubungkan kata-kata, bagian-bagian kalimat atau kalimat-kalimat (Mees, 1957:285). Dalam bahasa Rote kata sambung biasanya…
Ma
Seluk
Makuma
Ndia
Basa na
Basa ndia
Hu
De
Do
Leo
Fo
Losa
Bei
Te
Tehu
Tehu ma
Sadi
3.4.7.3 rgrg
3.4.7.4 rgrgrg
3.4.7.5 rgr
3.4.7.6 rr
3.5 Proses Morfologis
Proses morfologis dapat diklasifikasikan menjadi 7 jenis yaitu derivasi zero, afiksasi, reduplikasi, abreviasi, komposisi, derivasi balik, dan metanalisis (Kridalaksana, 1996:12).
Proses morfologis ialah proses pembentukan kata-kata dari bentuk lain yang merupakan bentuk dasarnya (Ramlan, 1980:27). Bentuk dasar tersebut akan dibentuk melalui proses afiksasi, reduplikasi, dan komposisi (Harsana, dkk 1982:69).
3.5.1 Afiksasi
Afiksasi terjadi apabila sebuah morfem terikat dibubuhkan atau dilekatkan pada sebuah morfem bebas (Parera, 1990:18). Kridalaksana membagi Afiksasi dalam Bahasa Indonesia menjadi prefiks, infiks, sufiks, silmufiks, dan konfiks (1996:28). Afiks adalah morfem yang harus dilekatkan pada morfem yang lain untuk membentuk kata yang berfungsi dalam ujaran (Pateda, 1994:77).
3.5.2 Reduplikasi
Redff
Badudu (1985) membagi reduplikasi dalam bahasa Indonesia menjadi empat macam yaitu reduplikasi atas suku kata awal (dwipurwa), reduplikasi atas seluruh bentuk dasar (dwilingga), reduplikasi yang juga terjadi atas seluruh suku kata namun pada salah satu lingganya terjadi perubahan suara pada suatu fonem atau lebih (dwilingga salin suara), dan reduplikasi dengan mendapat imbuhan, baik lingga pertama maupun lingga kedua.
3.5.3 Komposisi
Dgggr
Komposisi atau pemajemukan adalah penggabungan dua kata yang membentuk kata baru dengan pengertian yang baru (Harsana, dkk, 1982: 14). Kata majemuk adalah gabungan dari dua patah kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan arti (Keraf, 1979:138).
Contoh kata majemuk
tatao nono’i ‘tingkah laku’
Berdasarkan komponennya, komposisi dapat dipilah sebagai berikut:
Kata Majemuk Koordinatif
- Fela dope ‘parang pisau’
- Soda molek ‘selamat sentosa’
- Neu mai ‘pergi pulang’
- Konda hene ‘turun naik’
- La’a linu ‘makan minum’
Kata Majemuk Subordinatif
- kata mejemuk subordinatif substantive; kata pertama merupakan kata induk dan dijelaskan oleh kata kedua, contoh: lete hu ‘lereng gunung’; dala hondak ‘jalan buntu’, oe matak ‘mata air’, lima lesu ‘pergelangan tangan’, dolu isik ‘mata kail’.
- Dalam kata majemuk, kata kedua menjadi kata induk dan dijelaskan oleh kata pertama
manu tolo ‘telur ayam’
3.5.4 Abreviasi
3.5.5 asdf

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

kamus bahasa rote

nusak di Pulau Rote --- Leksi Ingguoe

BAHASA ROTE OLEH LEKSI INGGUOE