KONKORDANSI BAHASA ROTE DIALEK LOLEH

KONKORDANSI BAHASA ROTE DIALEK LOLEH OLEH LEKSI S. Y. INGGUOE, SPD BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Bahasa daerah merupakan suatu unsur kebudayaan tradisional yang harus dilestarikan karena merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam pengembangan kebudayaan nasional. Bahasa daerah tidak dapat terlepas dari unsur alamiah dan faktor sosiokulturalnya seperti yang dikemukakan Reichling bahwa sebuah bahasa memang tidak beralaskan pada sebuah perjanjian antara pemakainya, namun bahasa itu pada satu pihak ditemukan oleh unsur-unsur alamiah dan pada pihak lain oleh faktor-faktor kultural (Reichling, 1971:35).
Di Indonesia terdapat sejumlah kelompok bahasa daerah dan salah satu diantaranya kelompok bahasa Ambon Timur yang memiliki kurang lebih 22 bahasa daerah termasuk bahasa Rote (Saidi, 1994: 25). Bahasa Rote adalah bahasa yang digunakan di Pulau Rote (pulau di sebelah barat pulau Timor dan merupakan pulau paling selatan di Indonesia).
Bahasa Rote menurut Manafe (1884) dalam ‘Akan Bahasa Rotti’ digolongkan menjadi 9 dialek yaitu: a) Ringgou, Oepao, dan Landu; b) Bilba, Diu, dan Lelenuk; c) Korbaffo; d) Termanu, Keka, dan Talae; e) Bokai; f) Baa dan Loleh; g) Dengka dan Lelain; h) Thie; i) Oenale dan Delha (Manafe dalam Fox, 1986: 178-180). Di pihak lain Fanggidae menyebut adanya 6 dialek dalam bahasa Rote yaitu dialek Rote Timur, dialek Pantai Baru, dialek Rote Tengah, dialek Lobalain, dialek Rote Barat Laut, dan Rote Barat Daya yang berdasarkan pada kesamaan dialektis (1998: 2-3). Namun berdasarkan sejarahnya, Fox menjelaskan bahwa masing-masing nusak (wilayah kekuasaan) menyatakan memiliki dialek bahasa Rote sendiri, meskipun pernyataan ini melebih-lebihkan keragaman linguistik, tetapi memang terdapat variasi dialek yang amat berdekatan di seluruh Pulau Rote (Fox, 1986: 10). Dalam pandangan variasi bahasa, Bloomfield mengemukakan bahwa setiap masyarakat terdapat dialek yang berbeda, perbedaan itu berdasarkan tata linguistik (1995: 311-312), dan adanya suatu variasi bahasa yang dituturkan oleh suatu masyarakat merupakan bahasa yang berlainan karena dipengaruhi oleh faktor sosiokultural (Kridalaksana, 1974: 12-13). Berdasarkan pertimbangan itu, maka masyarakat Rote mengakui bahwa variasi dialek bahasa Rote digolongkan sesuai dengan jumlah nusak yang terdapat di Pulau Rote yaitu berjumlah 18 dialek, dan salah satunya adalah dialek Loleh. Penggolongan dialek-dialek ini pada dasarnya tidak dapat dikatakan sebagai hal yang mutlak karena belum terdapat penelitian pemetaan secara khusus yang mengklasifikasi dialek-dialek bahasa Rote.
Penelitian terhadap bahasa Rote sudah banyak dilakukan sejak abad ke-19 di antaranya Fanggidaej (1892-1894), dan Heijmering (1842-1844). Pada abad ke-20, Jonker (1905) menulis kumpulan cerita bahasa Rote terjemahan bahasa Belanda, Kamus Rote-Belanda (1908), dan Tata Bahasa Rote (1975); Fox (1986) dengan judul Bahasa, Sastra, dan Sejarah: Kumpulan Karangan Mengenai Masyarakat Pulau Rote; Fanggidae (1996) dengan judul Morfologi Bahasa Rote; Kumanireng (2000) dengan judul Sintaksis Bahasa Rote; Balukh (2005) tentang mekanisme perubahan valensi dalam bahasa Rote, (2006) Aspek-aspek mikro bahasa Rote, (2007) Pelajaran Bahasa Rote Untuk Sekolah dasar Kelas 3, (2008) pembentukan verba nana- -k dalam bahasa Rote. Khusus untuk dialek Loleh, pada tahun 2004 Gereja Masehi Injili di Timor mulai menerjemahkan Injil dalam bahasa Rote, termasuk dialek Loleh, dalam bidang dialektologi Salmun Ndun dengan judul Pemetaan Bahasa Rote di Kecamatan Lobalain pada tahun 1996, dan Adu (2004) tentang Klitik Bahasa Rote yang meneliti bahasa Rote di Desa Kolobolon nusak Loleh.
Balukh (2007: xix) dalam buku pelajaran bahasa Rote pada bagian tata bahasa sekilas telah menyinggung hal konkordansi (persesuaian subjek dan predikat) merupakan kategori sintaksis yang ditandai dengan klitik pronomina yaitu proklitik misalnya dalam contoh kata amanene ‘mendengar’ jika diberi subjek, maka akan membentuk sebuah perubahan pada kata kerja: au amanene, o mamanene, ndia niminene, ei mamanene, ai mamanene, ita tamanene, sila lamanene, dan juga ditandai dengan enklitik misalnya contoh pada kata mesak- ‘sendiri’ dan akan membentuk au mesanggau, o mesanggo, ndia mesakana, ei mesanggei, ai mesanggai, ita mesanggata, sila mesakasa. Selanjutnya dijelaskan bahwa persesuaian juga ditandai dengan penanda posesif (kepunyaan) misalnya kata dae ‘tanah’ yaitu au daeng, o daem, ndia daen, ei daem, ai daen, ita daen, dan sila daen.
Sesuai dengan pengamatan penulis sebagai penutur asli bahasa Rote dialek Loleh, adanya fenomena bahasa yang dapat dicontohkan dalam kalimat berikut.
(1) Au ø-inu oe hana ‘saya minum air panas’
O m-inu oe hana ‘engkau minum air panas’
Ndia n-inu oe hana ‘dia minum air panas’
Ai m-inu oe hana ‘kami minum air panas’
Ei m-inu oe hana ‘kalian minum air panas’
Ita t-inu oe hana ‘kita minum air panas’
Sila l-inu oe hana ‘mereka minum air panas’
(2) Au a-fada ndia ‘saya memberitahunya’
O ma-fada ndia ‘engkau memberitahunya’
Ndia ni-fada ndia ‘dia memberitahunya’
Ai ma-fada ndia ‘kami memberitahunya’
Ei ma-fada ndia ‘kalian memberitahunya’
Ita ta-fada ndia ‘kita memberitahunya’
Sila la-fada ndia ‘mereka memberitahunya’
(3) Au aka-lalak mbuik ‘saya menerbangkan burung’
O aka-lalak mbuik ‘engkau menerbangkan burung’
Ndia aka-lalak mbuik ‘dia menerbangkan burung’
Ai aka-lalak mbuik ‘kami menerbangkan burung’
Ei aka-lalak mbuik ‘kalian menerbangkan burung’
Ita aka-lalak mbuik ‘kita menerbangkan burung’
Sila aka-lalak mbuik ‘mereka menerbangkan burung’
(4) Au ama-hedi ‘saya menjadi sakit’
O mama-hedi ‘engkau menjadi sakit’
Ndia nimi-hedi ‘dia menjadi sakit’
Ai mama-hedi ‘kami menjadi sakit’
Ei mama-hedi ‘kalian menjadi sakit’
Ita tama-hedi ‘kita menjadi sakit’
Sila lama-hedi ‘mereka menjadi sakit’
Berdasarkan beberapa contoh tipe atau bentuk konkordansi di atas, maka peneliti sebagai penutur asli bahasa Rote dialek Loleh merasa masih terlalu banyak hal yang belum diketahui, bahkan belum diteliti dalam konkordansi (penyesuaian subjek-predikat) Bahasa Rote, khususnya dialek Loleh. Sesuai dengan pengetahuan peneliti, konkordansi terjadi pada setiap predikat kalimat yang berbentuk dasar nomina, adjektiva, dan verba. Dalam proses pembentukan konkordansi yang berupa klitik pronomina juga masih banyak hal yang belum diteliti sebagai sebuah struktur lengkap konkordansi atau persesuaian bahasa Rote yang ditulis oleh Fanggidae dkk (1998), Adu (2004), dan Balukh (2007). Berdasarkan latar belakang inilah, maka penulis menjadi sangat tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Konkordansi Bahasa Rote Dialek Loleh”.

1.2 Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dapat dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan berikut.
a. Bagaimana proses pembentukan konkordansi dalam Bahasa Rote dialek Loleh?
b. Bagaimana fungsi konkordansi dalam bahasa Rote dialek Loleh?
c. Bagaimana makna gramatikal konkordansi bahasa Rote dialek Loleh?
1.3 Cakupan Penelitian
Penelitian tentang konkordansi merupakan suatu penelitian yang mengkaji unsur-unsur linguistik dalam bidang sintaksis. Dalam pengkajian konkordansi, fokus kajiannya adalah hubungan antara subjek dan predikat kalimat dalam bahasa Rote dialek Loleh.
1.4 Tujuan dan Manfaat
1.4.1 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk menjelaskan proses pembentukan konkordansi bahasa Rote dialek Loleh.
b. Untuk mendeskripsikan fungsi konkordansi dalam Bahasa Rote dialek Loleh
c. Menganalisis makna gramatikal yang terkandung dalam konkordansi bahasa Rote dialek Loleh.
1.4.2 Manfaat
1.4.2.1 Manfaat Teoretis
Adapun manfaat teoretis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sebagai studi linguistik
b. Memberikan pemahaman tentang tipologi bahasa, khususnya bidang sintaksis.
c. Memberikan informasi tentang konkordansi gramatikal bahasa Rote dialek Loleh

1.4.2.2 Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sebagai sumbangan bagi pembinaan dan pelestarian bahasa daerah di Indonesia.
b. Sebagai rujukan dan pedoman untuk penelitian lanjutan tentang bahasa Rote dialek Loleh.
c. Sebagai informasi kepada masyarakat penutur untuk mengenal dan mengetahui bahasanya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka
Secara umum penelitian tentang konkordansi sudah pernah diteliti sebelumnya. Beberapa di antaranya, G. Vigliocco, dkk (1998) Subject-verb agreement in Spanish and English; Mark Donohue (1999) A Most Agreeable Language: Agreement in Skou; Michael Barrie (2003) Pronominal Agreement on Iroquoian Nouns and Verbs; Petya Osenova (2006) Subject-Verb On Agreement In Bulgarian.
Di Indonesia istilah konkordansi diperkenalkan oleh Gorys Keraf (1990) dalam bukunya Linguistik Bandingan Tipologis yang menjelaskan adanya konkordansi dalam bahasa Lamalera dan bahasa-bahasa Lamaholot lainnya. Selain itu , Yansen Saragih (2006) pernah meneliti tentang Persesuaian (konkordansi) Bahasa Ansus di Papua, dan Abdul Djunaidi (1999) tentang Persesuaian Bahasa Aceh.
Pengkajian konkordansi dalam bahasa Rote pernah dinyatakan secara tersirat oleh Jonker (1913) dalam catatan bahasa Rote. Sementara itu pengkajian konkordansi dalam bentuk klitik pronomina diungkapkan oleh Balukh (2007) dalam buku pelajaran bahasa Rote bagian tatabahasa sekilas, Adu (2004) dalam Skripsi Klitik Bahasa Rote, dan Fanggidae dkk (1998) dalam Morfologi Bahasa Rote.
Dalam penelitian Jonker (1913) menyinggung tentang penyesuaian subjek dan predikat dalam bahasa Rote yaitu jika kata kerja diberi awalan oleh perbedaan vokal, maka vokal dari awalan mengambil warna dari kata ganti misalnya amanasa ‘saya mendengar’, namanasa ‘dia mendengar’, mamanasa ‘engkau/kamu/kami mendengar’, tamanasa ‘kita mendengar’, lamanasa ‘mereka mendengar’.
Secara singkat Balukh (2007) menjelaskan bahwa konkordansi dalam bahasa Rote merupakan salah satu kategori sintaksis yaitu persesuaian antara subjek dan predikat dalam sebuah kalimat yang ditandai dengan klitik pronomina. Selanjutnya dijelaskan klitik pronomina berupa proklitik dan enklitik.
Persesuaian subjek dan predikat dengan menggunakan proklitik
Pronominal Proklitik Contoh
Au (saya) — Au ataa
Ai (kami) m- Ai mataa
Ita (kita) t- Ita tataa
O (engkau, Anda) m- O mataa
Ei (kalian) m- Ei mataa
Ndia (dia) n- Ndia nata
Sila (mereka) l- Sila lataa
Persesuaian subjek dan predikat dengan menggunakan enklitik
Pronominal Enklitik Contoh
Au (saya) -ngau Ala tutungau
Ai (kami) -ngai Ala tutungai
Ita (kita) -ngata Ala tutungata
O (engkau, Anda) -ngo Ala tutungo
Ei (kalian) -ngei Ala tutungei
Ndia (dia) -n Ala tutun
Sila (mereka) -s(ala) Ala tutusala
Balukh, 2007 (xx)
Adu (2004) menyebut adanya lima bentuk proklitik pronomina yang menyatakan adanya konkordansi yaitu /a-/, /ma-/, /na-/, /ta-/, dan /la-/. Contoh:
- Au a-hani fadik nai osi ‘saya menunggu adik di kebun’
- Ei ma-osi neme manfalik mai ‘kalian memiliki kebun sejak tahun lalu’
- Ndia na-diu (oe) nai le dale ‘dia mandi di sungai’
- Ita ta-no nai osi ndia dalek ‘kita mempunyai kelapa di dalam kebun itu’
- Sila la-konda samen nini oto lain mai ‘mereka menurunkan semen dari atas mobil’ (Adu, 2004:15-23).
Fanggidae dkk (1998) mengemukakan adanya bentuk-bentuk proklitik pronomina yang merupakan penanda pembentukan konkordansi yakni apabila verba diawali dengan huruf vokal, maka verba tersebut dapat dipadukan dengan proklitik /Ø-/, /m-/, /n-/, /t-/, /l-/, sedangkan apabila verba diawali huruf konsonan, maka verba tersebut dapat dipadukan dengan proklitik /a-/, /ma-/, /na-/, /ta-/, /la-/. Proklitik pronomina ini disebut sebagai prefiks.
Contoh:
Subjek Proklitik Verba Makna
Au Ø- Inu ‘saya minum’
O m- Inu ‘engkau minum’
Ana n- Inu ‘dia minum’
Ita t- Inu ‘kita minum’
Ami m- Inu ‘kami minum’
Emi m- Inu ‘kalian minum’
Sila l- Inu ‘mereka minum’
(Fanggidae dkk, 1998: 78)
Subjek Proklitik Verba Makna
Au a- diu (oe) ‘saya mandi’
O ma- diu (oe) ‘engkau mandi’
Ana na- diu (oe) ‘dia mandi’
Ita ta- diu (oe) ‘kita mandi’
Ami ma- diu (oe) ‘kami mandi’
Emi ma- diu (oe) ‘kalian mandi’
Sila la- diu (oe) ‘mereka mandi’
(Fanggidae dkk, 1998: 79)

2.2 Konsep Dasar
Suatu bahasa yang mengenal adanya konyugasi, bila terdapat sebuah rangkaian kata kerja, maka konkordansi berlangsung hanya antara subjek dan kata kerjanya (Keraf, 1990: 117). Namun konkordansi atau ‘kesesuaian’ sering dianggap sebagai suatu sarana yang kemungkinan besar tidak ekonomis untuk memarkahi hubungan-hubungan di dalam suatu ujaran: kesesuaian verba dan subjeknya (Martinet, 1987:127).
2.2.1 Konsep Konkordansi
Istilah konkordansi berasal dari bahasa Latin yaitu Concordia ‘pada sebuah gagasan’ berhubungan dengan kesesuaian gramatikal (atau keharmonisan) yang mengarah pada gender, numeralia, dan kasus yang membedakan bagian dalam ujaran. Grammatical concord (Latin concordia, “of one mind”) relates to the grammatical agreement (or harmony) with respect to gender, number, and case of different parts of speech (Ramey, 2004). Istilah konkordansi dalam bahasa Inggris disebut concord, dalam tata bahasa (grammar) artinya persesuaian (Echols dan Shadily, 2003: 135). Ada beberapa istilah untuk concord ‘konkordansi’ ini, di antaranya: agreement, congruence, dan correspondence. Semuanya ini menuju kepada pengertian yang sama yaitu: persesuaian antara satu kata dengan kata lain untuk menunjukkan tautan gramatik dalam kalimat. Persesuaian ini bisa terjadi dalam kategori gramatik seperti jumlah, kasus, jenis, pelaku dan sebagainya (Alwasilah, 1993: 151).
Di Indonesia, istilah konkordansi digunakan untuk menyatakan suatu kategori gramatikal berupa persesuaian antara kata benda dan kata sifat, atau antara subjek dan predikat (Keraf, 1990:116). Konkordansi lebih ditekankan minimal pada persesuaian dalam sebuah kalimat inti. Istilah konkordansi dapat disebut juga dengan istilah persesuaian, dan dalam bahasa Inggris disebut agreement, dan concord.
Kebanyakan ahli menganggap bahwa konkordansi atau persesuaian (concord/ agreement) merupakan hubungan antara subjek dan predikat. Berikut ini konsep konkordansi berdasarkan beberapa ahli linguistik yaitu:
a. Kesesuaian sering kali dianggap sebagai suatu sarana yang memarkahi hubungan-hubungan di dalam ujaran; hubungan subjek dan predikat (Martinet, 1987:127)
b. Persesuaian (atau konkordansi) adalah suatu hubungan kesesuaian atau covariasi yang sistematik dari ciri-ciri konstituen dalam sebuah konstruksi sintaksis ‘Agreement (or concord) is a relationship of matching or systematic covariation of the features of constituents of a syntactic construct’ (Dikken, 2005).
c. Persesuaian dimaksudkan pada sebuah proses yang terjadi apabila subyek sebuah kalimat diubah terhadap kata kerjanya (Yansen M.I.Saragih, 2006).
d. Persesuain adalah hubungan antara subjek dan kata kerja (Verhaar, 2006).
e. Hubungan antara nomina dan verba dalam bahasa-bahasa dapat dinyatakan melalui salah satu atau beberapa cara berikut: urutan konstituen (constituent order), kasus (case), dan persesuaian /agreement (Djunaidi, 2004).
f. Konkordansi/kesesuaian adalah kesepadanan antara unsur-unsur kalimat dalam jenis, jumlah, kasus, persona, dan seterusnya (Kridalaksana, 2008: 119).
2.2.2 Proses Pembentukan Konkordansi
Proses pembentukan konkordansi atau persesuaian umumnya dapat ditandai dengan klitik pronomina dan afiksasi. Terdapat serangkaian persesuaian menunjukkan adanya persesuaian subjek menggunakan klitik pronomina ‘There is set of that show agreement the subject throught the use of pronominal clitics’ (Donohue, 1999: 5), dan penanda persesuaian dapat berupa klitik, serta afiks ‘Agreement markers can be clitic pronouns, affixes’ (Kracht, 1999: 149).
Penanda konkordansi dalam bahasa Rote dialek Loleh hanya berupa klitik pronomina. Digambarkan sebagai klitik, daripada prefiks, karena perilaku variabelnya berkaitan dengan nomina tambahan, dan kemampuan untuk melekat pada kata-kata lebih dari suatu kategori sintaksis, dan kebebasan fonologisnya lebih dari akar verba, dibandingkan dengan prefiks ‘described as clitic, rather than prefixes, because of the variable behavior with respect to adjunct nominals, ability to attach to words of more than one syntactic category, and their phonological independence from the verb root, compared to prefixes’ (Donohue, 1999: 5).
Dalam proses pembentukan kalimat bahasa Rote dialek Loleh, secara umum kata yang menempati predikat kalimat akan mengalami konkordansi dengan subjek kalimat. Konkordansi biasanya ditandai dengan pemberian klitik pronomina yang disesuaikan dengan subjek kalimat. Setiap predikat dalam kalimat akan berubah sesuai dengan subjek yang digunakan.
Dari proses pembentukan ini, terdapat beberapa bentuk konkordansi yang berdasarkan pada kelas kata yang menempati posisi predikat dalam struktur sintaksis yaitu: a) konkordansi antara subjek dan kata kerja, b) konkordansi antara subjek dan kata sifat, c) Konkordansi antara subjek dan numeralia, d) konkordansi antara subjek dan nomina (Keraf, 1990: 116 – 119).
Para ahli yang lain juga mengemukakan bentuk konkordansi yang sama misalnya agreement of predicate verbs ‘Penyesuaian perdikat berkata kerja’ oleh Corbett (2007), agreement of predicate nominals ‘penyesuaian predikat berkata benda’ oleh Dikken (2005), agreement of person, adjectival, and numeral. Verhaar (2006), menyatakan adanya penyesuaian verbal.
Bentuk-bentuk konkordansi bahasa Rote dialek Loleh adalah sebagai berikut:
a. Konkordansi pada bentuk dasar nomina
b. Konkordansi pada bentuk dasar verba
c. Konkordansi pada bentuk dasar adjektiva
a. Konkordansi Pada Bentuk Dasar Nomina
Konkordansi bentuk dasar nomina dalam bahasa-bahasa di Eropa umumnya menyatakan adanya persesuaian kasus, numeri, dan gender. Dalam kasus-kasus ini nomina tidak berubah menjadi verba. Telah diamati bahwa kata benda (nomina) menunjukkan adanya persesuaian hanya dengan satu argumennya, dan sering kali dilakukan ‘It is therefore observed that nouns show agreement only with this one argument, and very frequently they do’ (Kracht, 1999: 125).
Dalam bahasa Rote khususnya dialek Loleh, sebuah kalimat yang berpredikat nomina akan mengalami konkordansi dengan subjeknya untuk mengubah kategori nomina menjadi verba. Nomina selalu berubah sesuai dengan perubahan subjeknya. Misalnya kata daa ‘darah’, apabila diberi proklitik, maka akan berubah menjadi verba yaitu PROK-daa ‘(subjek) berdarah’
b. Konkordansi Pada Bentuk Dasar Verba
Verba dalam bahasa Rote dialek Loleh umumnya tidak dapat berdiri sendiri, sehingga harus membutuhkan bentuk lain berupa klitik untuk dapat bermakna dalam sebuah struktur sintaksis. Pada bentuk dasar verba terikat yang sering disebut pangkal kata atau pokok kata atau prakategorial adalah satuan gramatik yang belum mempunyai kategori kata tetapi dapat dijadikan sebagai bentuk dasar (Ramlan, 1985; Moeliono dkk, 1988). Hal yang sama ditemukan dalam bahasa Lamalera, misalnya pada kata ‘minum’, apabila berada dalam struktur sintaksis maka kata itu akan berubah sesuai dengan subjeknya.
Goé kénu ‘saya minum’
Moé ménu ‘engkau minum’
Naé nénu ‘dia minum’
Kamé ménu ‘kami minum’
Tité ténu ‘kita minum’
Mio ménu ‘kalian minum’
Raé rénu ‘mereka minum’ (Keraf, 1990: 118)
Contoh dalam bahasa Rote pada bentuk terikat -isa, apabila diberi penanda konkordansi maka akan menjadi PROK-isa ‘(subjek) membunuh’.
c. Konkordansi Pada Bentuk dasar Adjektiva
Fakta tentang adjektiva yang serupa nomina dengan pengecualian bahwa entri untuk kata sifat juga dikhususkan dalam kaitannya dengan gender dan numeri (Kracht, 1999: 127).
Dalam bahasa Rote dialek Loleh, konkordansi adjektiva tidak mengalami kasus, gender, dan numeri. Umumnya adjektiva diberi klitik pronomina untuk mengubah bentuk tersebut menjadi verba dalam struktur sintaksis. Misalnya hedi ‘sakit’, apabila dipadukan dengan penanda konkordansi yang berupa proklitik, maka menjadi PROK-hedi ‘(subjek) menjadi sakit’.
2.2.3 Fungsi Konkordansi
Fungsi adalah peran unsur dalam suatu ujaran dan hubungannya secara struktural dengan unsur lain (Kridalaksana, 2008: 67). Fungsi konkordansi adalah peran penanda konkordansi terhadap unsur lain dalam suatu konstruksi sintaksis. Dalam bahasa Rote dialek Loleh, penanda konkordansi dapat berfungsi mengubah kategori lain menjadi verba. Misalnya nomina boa ‘buah’ dan adjektiva dema ‘tinggi’, apabila diberi pananda proklitik maka berubah menjadi verba yakni ‘(subjek) berbuah’ dan ‘(subjek) menjadi tinggi’.
Di sampaing itu, dalam verba penanda konkordansi dapat berfungsi untuk melengkapi verba menjadi bentuk yang bebas dalam struktur yang lebih luas. Misalnya bentuk terikat -inu dan -hani, apabila diberi proklitik maka dapat berdiri sebagai verba yang predikatif yaitu PROK-inu ‘(subjek) minum’ dan PROK-hani ‘(subjek) memberitahu’.
2.2.4 Makna Konkorndansi
Makna adalah hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjuknya (Kridalaksana, 2008:48). Makna konkordansi adalah kesepadanan yang terkandung dalam suatu bentuk konkordansi. Dalam bahasa Rote dialek Loleh, apabila proklitik dilekatkan pada bentuk dasar yang reduplikatif, maka mengandung makna kausatif. Misalnya proklitik aka- dilekatkan pada kata laa ‘terbang’. Kata laa mengalami reduplikasi dwipurwa menjadi PROK-lalaa ‘(saya) menerbangkan’.
2.3 Teori
Dalam menganalisis konkordansi bahasa Rote dialek Loleh, peneliti menggunakan teori linguistik struktural sebagai acuan dalam memecahkan masalah. Teori ini merupakan suatu pendekatan dalam penyelidikan yang menganggap bahasa sebagai sistem yang bebas (Kridalaksana 2008:146). Sistem dalam pengertian ini adalah sebuah struktur atau perangkat kaidah-kaidah (Keraf, 1990: 13).
Struktur secara umum dapat dibatasi sebagai bagian-bagian dari suatu barang atau hal yang lebih besar, yang secara fungsional bertalian satu sama lain (Keraf, 1990:12). Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat abstrak dan bebas dari isi yang bersifat intuitif (Kridalaksana, 2008:228). Sedangkan linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa secara ilmiah (Pateda, 1994:2). Teori linguistik struktural melihat bahasa sebagai sebuah struktur atau perangkat yang terdiri dari bagian-bagian yang secara fungsional bertalian satu sama lain, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik (Keraf, 1990: 12).
Analisis struktural terhadap linguistik menganggap bahasa sebagai proses stimulus-respon; memperhatikan bentuk kata, tertib kata, kata fungsi, intonasi dalam analisis sintaksis; analisis bergerak dari bentuk menuju makna, dari fonem menuju kalimat; menganalisis kalimat dengan metoda unsur bawahan langsung yang ternyata tidak bisa dijelaskan kalimat-kalimat yang berdwiarti; dan tata bahasa diartikan sebagai perangkat bentuk formal, yaitu berdasarkan bukti-bukti sintaksis morfologis yang jelas teramati (Alwasilah, 1993: 167).
Berdasarkan acuan teori diatas, maka dalam penelitian ini konkordansi yang merupakan tataran bidang sintaksis menelaah berdasarkan pada proses pembentukan, fungsi, dan makna konkordansi yang terkandung dalam bahasa Rote dialek Loleh.
BAB III
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan fakta-fakta yang ada atau fenomena yang ada secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret, paparan apa adanya (Sudaryanto, 1998:62). Sementara itu telah ditegaskan lagi oleh Nazir (2005:54) bahwa metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.
Metode ini dikatakan kualitatif karena data yang dikumpulkan bukanlah berupa angka, tetapi dapat berupa kata-kata atau gambaran tentang sesuatu dan berdasarkan pada ujaran orang dengan sifat alamiah (Djajasudarma, 1993: 15). Pendekatan kualitatif adalah proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia (Iskandar, 2009: 11). Penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati, serta dilakukan pada kondisi alamia dan bersifat penemuan (Moleong, 2007: 3; Djajasudarma, 2006: 11).
Penelitian kualitatif dilaksanakan melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum, konseptualisasi, kategorisasi, dan deskripsi dikembangkan atas dasar masalah yang terjadi di lapangan (Iskandar, 2009: 31). Selama berada dalam lapangan, peneliti lebih banyak berurusan dengan fenomena atau gejala sosial dan tidak cukup dengan meminta bantuan orang atau sebatas mendengar penuturan jarak jauh (Danim, 2002: 121).
Dari pandangan-pandangan di atas dapat dikatakan bahwa metode deskriptif kualitatif merupakan metode penelitian yang didasarkan pada fenomena yang empiris hidup pada masyarakat penutur, bersifat alamiah, menusia sebagai alat, menggunakan pengetahuan intuisi, deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan bukan diperoleh dengan prosedur statistik.
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selamma 4 minggu terhitung mulai dari bulan Juni sampai bulan Juli tahun 2010.
3.2.2 Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah wilayah pemakaian Bahasa Rote dialek Loleh yang meliputi 6 desa yaitu:
1. Desa Bebalain, terdiri atas wilayah Bandu, Bebalain, Oelangga, Dakek, dan Le Dale.
2. Desa Suelain, terdiri atas wilayah Soka, Souktuanan, Danolain.
3. Desa Kuli, terdiri atas wilayah Kuli, Dombo, Sinlondi, Lutu, Namodale, Nusak Lain, dan Le Mulik.
4. Desa Helebeik, terdiri atas wilayah Helebeik, Lekik, Oeteas, Noandale.
5. Desa Oematamboli, terdiri atas wilayah Mboli, Oelolok, Maku, Lasuama, Tuae, dan Baubafan.
6. Desa Kolobolon, terdiri atas wilayah Kolobolon, Aililo, Tuabuna, dan Modopedak.

3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis menulis untuk mencatat dan menulis data yang disampaikan informan.
3.4 Jenis dan Sumber Data
3.4.1 Jenis Data
Jenis data penelitan ini berupa data lisan dari informan dan data tulisan dari naskah-naskah bacaan dan buku referensi.
3.4.2 Sumber Data
Data penelitian bersumber dari naskah/teks yang merupakan data tertulis dan data yang berasal dari informan sebagai data lisan.
Selain peneliti sebagai penutur asli dan naskah-naskah, peneliti juga mengumpulkan data dari informan yang disampaikan secara lisan. Jumlah informan dalam penelitian ini terdiri dari 5 orang yang dipilih secara purposif dengan mempertimbangkan kualifikasi informan yaitu: umur 17-45 tahun, kecerdasannya dapat diterima dalam kelompok masyarakat, dan yang mampu berkomunikasi secara efektif dalam dwibahasa, dalam hal ini Bahasa Indonesia dan Bahasa Rote Dialek Loleh (Samarin, 1988: 100-105).
Informan yang dipilih dalam penelitian telah memenuhi kriteria- kriteria sebagai berikut:
1. Mereka yang menguasai atau memahami masalah yang diteliti.
2. Mereka yang sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang sedang diteliti.
3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi.
4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil kemasannya sendiri.


3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode dan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara; peneliti melakukan wawancara langsung kepada subjek penelitian secara tidak terbatas untuk memperoleh data yang memadai.
b. Cakap libat; peneliti melibatkan diri secara langsung dalam percakapan keseharian masyarakat penutur.
c. Simak bebas; peneliti melakukan perekaman lisan melalui panca indera dalam mengumpulkan data, dan melakukan pencatatan bila terdapat informasi penting untuk melengkapi data peneliti.
d. Naskah; peneliti menggunakan teks-teks/ naskah yang berupa cerita rakyat dan naskah lain yang berbahasa Rote untuk melengkapi data simak lisan menjadi data tulis yang siap dianalisis.
3.6 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode dan teknik yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitan ini adalah teknik pilah unsur penentu (teknik PUP) yakni dengan cara memilah-milah satuan kebahasaan yang dianalisis dengan alat penentu yang berupa daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti (Kesuma, 2007: 51). Teknik ini digunakan untuk memilah bentuk atau tipe konkordansi serta cara pembentukannya untuk menemukan makna yang terkandung di dalam pembentukan konkordansi Bahasa Rote Dialek Loleh berdasarkan pada unsur-unsur penentu dalam struktur linguistik.
Data yang terkumpul dianalisis secara bertahap dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a. Identifikasi; data yang terkumpul diidentifikasi untuk mengetahui kebenarannya berdasarkan struktur linguistik bahasa Rote dialek Loleh.
b. Klasifikasi; pada tahap ini, peneliti mengklasifikasi data berdasarkan jenis data untuk menentukan sistrem konkordansi bahasa Rote Dialek Loleh.
c. Formulasi; data yang diklasifikasi akan dirumuskan berdasarkan ciri data itu untuk memudahkan pendeskripsian data.
d. Deskripsi; dalam tahap ini, peneliti mendeskripsikan data berdasarkan teori dan metode yang ditentukan untuk menjelaskan secara tuntas sistem konkordansi bahasa Rote dialek Loleh.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Pembantukan Konkordansi
Dalam bahasa Rote khususnya dialek Loleh, proses pembentukan konkordansi umumnya ditandai dengan klitik pronomina. Klitik pronomina yang dipadukan dengan unsur yang menempati fungsi predikat dalam konstruksi sintaksis berupa penanda proklitik. Berdasarkan kategori kata yang menempati predikat kalimat, maka terdapat beberapa bentuk konkordansi dalam bahasa Rote dialek Loleh yaitu: konkordansi pada bentuk dasar nomina, konkordansi pada bentuk dasar ajektiva, dan konkordansi pada bentuk dasar verba.
a. Konkordansi Pada Bentuk Dasar Nomina
Hubungan antara nomina dan verba dalam bahasa-bahasa biasanya dinyatakan melalui salah satu atau beberapa cara berikut: urutan konstituen (constituent order), kasus (case), dan persesuaian (agreement). Khusus pada bahasa Rote, hubungan itu dinyatakan melalui konkordansi yang berupa penanda proklitik yang mengubah nomina tersebut menjadi verba yang predikatif atau verba denominal.
Apabila sebuah predikat yang berkategori nomina berpotensi menjadi verba, maka akan mengalami konkordansi terhadap subjeknya dengan diberi proklitik pada nomina tersebut. Dalam konstruksi sintaksis, apabila sebuah kalimat nominal diubah menjadi kalimat verba, maka predikat nomina akan dipadukan proklitik. Proklitik ini akan berubah sesuai dengan subjeknya. Proklitik sebagai penanda konkordansi dibubuhkan untuk mengubah kategori nomina menjadi verba. Proklitik yang dapat dipadukan dengan bentuk dasar nomina yang menduduki fungsi predikat adalah proklitik /a-/, /ma-/, /ni-/, /ta-/, dan /la-/.
Subjek Proklitik
Au ‘saya’ a-
O, ai, ei ‘engkau, kami, kalian’ ma-
Ndia ‘dia’ ni-
Ita ‘kita’ ta-
Sila ‘mereka’ la-
Tabel 1. Proklitik yang dipadukan dengan nomina
Contoh: kata hala ‘suara’ dalam kalimat nominal
(1) Au hala-n barisi.
1T suara-pos bagus
‘Suara saya bagus’
O, ei, ai hala-n barisi.
2T, 1J Eks, 2J suara-pos bagus
‘Suara engkau, kalian, kami bagus’
Ndia hala-n barisi.
3T suara-pos bagus
‘Suaranya bagus’
Ita hala-n barisi.
1J Ink suara-pos bagus
‘Suara kita bagus’
Sila hala-n barisi.
3J suara-pos bagus
‘Suara mereka bagus’
Contoh kata hala ‘suara’ dalam kalimat verbal.
(2) Au a-hala nai osi dale.
1T PROK-suara di kebun dalam
‘Saya bersuara di dalam kebun’
O, ei, ai ma-hala nai osi dale.
2T, 1J Eks, 2J PROK-suara di kebun dalam
‘Engkau, kami, kalian bersuara di dalam kebun’
Ndia ni-hala nai osi dale.
3T PROK-suara di kebun dalam
‘Dia bersuara di dalam kebun’
Ita ta-hala nai osi dale.
1J Ink PROK-suara di kebun dalam
‘Kita bersuara di dalam kebun’
Sila la-hala nai osi dale.
3J PROK-suara di kebun dalam
‘Mereka bersuara di dalam kebun’
Berdasarkan contoh di atas tampak bahwa kata hala ‘suara’ pada contoh (1) merupakan predikat nomina. Predikat hala tidak diberi proklitik tapi diberi enklitik posesif untuk menyatakan pemilikan subjek atas hala. Umumnya nomina yang menduduki predikat kalimat ditandai dengan penanda posesif -n. Misalnya hala-n ‘suara (milik subjek)’ Sedangkan pada contoh (2) predikat hala merupakan predikat verba. Predikat -hala diberi proklitik untuk mengubahnya menjadi verba. Pemberian proklitik tersebut akan berkonkordansi dengan perubahan subjek pada kalimat. Misalnya diberi proklitik a- menjadi a-hala ‘(saya) bersuara’ apabila kalimat tersebut bersubjek ‘saya’.
Pada contoh (2), Proklitik a- akan dilekatkan pada hala dengan memarkahi subjek orang pertama tunggal. Apabila subjek kalimat adalah kata ganti orang kedua tunggal, orang pertama jamak eksklusif, atau kata ganti orang kedua jamak, maka hala harus dipadukan dengan proklitik ma-. Demikian juga, apabila subjek kalimat merupakan kata ganti orang ketiga tunggal, maka hala harus dipadukan dengan proklitik ni-; apabila subjek kalimat adalah kata ganti orang pertama jamak inklusif, maka hala harus dipadukan dengan proklitik ta-; dan apabila kalimat bersubjek kata ganti orang ketiga jamak, maka hala harus dipadukan dengan proklitik la-. Contoh lain pada kata daa ‘darah’, luu ‘air mata’, dan osi ‘kebun’
(3) Au a-daa.
1T PROK-darah
‘saya berdarah’
O, ai, ei ma-daa.
2T, 1J Eks, 2J PROK-darah
‘Engkau, kami, kalian berdarah’
Ndia ni-daa.
3T PROK-darah
‘Dia berdarah’


Ita ta-daa.
1J Ink PROK-darah
‘Kita berdarah’
Sila la-daa.
3J PROK-darah
‘Mereka berdarah’
(4) Au a-luu hu mate mama-n.
1T PROK-air mata karena mati ibu-pos
‘Saya menangis karena ibunya meninggal’
O, ai, ei ma-luu hu mate mama-n.
2T, 1J Eks, 2J PROK-air mata karena mati ibu-pos
‘Kami, engkau, kalian menangis karena ibunya meninggal’
Ndia ni-luu hu mate mama-n.
3T PROK-air mata karena mati ibu-nya
‘Dia menangis karena ibunya meninggal’
Ita ta-luu hu mate mama-n.
1J Ink PROK-air mata karena mati ibu-nya
‘Kita menangis karena ibunya meninggal’
Sila la-luu hu mate mama-n.
3J PROK-air mata karena mati ibu-nya
‘Mereka menangis karena ibunya meninggal’
(5) Au a-osi nai Deloana.
1T PROK-kebun di Deloana
‘Saya berkebun di Deloana’
O, ai, ei ma-osi nai Deloana.
2T, 1J Eks, 2J PROK-kebun di Deloana
‘Engkau, kami, kalian berkebun di Deloana’
Ndia ni-osi nai Deloana.
3T PROK-kebun di Deloana
‘Dia berkebun di Deloana’
Ita ta-osi nai Deloana.
1J Ink PROK-kebun di Deloana
‘Kita berkebun di Deloana’
Sila la-osi nai Deloana.
3J PROK-kebun di Deloana
‘Mereka berkebun di Deloana’
Sama halnya dengan contoh (1) dan (2), pada contoh (3), (4), dan (5) apabila kata daa ‘darah’, luu ‘air mata’, osi ‘kebun’ merupakan nomina dan berfungsi sebagai predikat kalimat, maka dipadukan dengan enklitik posesif -n menjadi daa-n ‘darah (milik subjek)’, luu-n‘air mata (milik subjek)’, dan osi-n ‘kebun (milik subjek)’. Tetapi apabila kata-kata tersebut diderivasi menjadi verba dan mengisi fungsi predikat dalam sebuah kalimat, maka harus dibubuhi proklitik sesuai dengan penggunaan subjek pada kalimat seperti pada contoh (3), (4), dan (5). Pemberian proklitik pada nomina daa, luu, dan osi berdasarkan pada penggunaan subjek dalam kalimat.
Selain bentuk proklitik /a-/, /ma-/, /ni-/, /ta-/, dan /la-/ yang dapat dilekatkan pada bentuk dasar nomina, terdapat juga bentuk proklitik /aka-/, /maka-/, /niki-/, /taka-/, dan /laka-/. Bentuk proklitik ini dipadukan dengan bentuk dasar nomina, apabila nomina tersebut mengalami reduplikasi dwipurwa, serta diberi konsonan penutup untuk menyatakan terjadi dalam situasi tertentu. Proklitik aka- memarkahi kata ganti orang pertama tunggal (au ‘saya’); proklitik maka- memarkahi kata ganti orang kedua tunggal (o ‘engkau’), kata ganti orang pertama jamak eksklusif (ai ‘kami’), dan kata ganti orang kedua jamak (ei ‘kalian’); proklitik niki- memarkahi kata ganti orang ketiga tunggal (ndia ‘dia’); proklitik taka- memarkahi kata ganti orang pertama jamak inklusif (ita ‘kita’); dan proklitik laka- memarkahi kata ganti orang ketiga jamak (sila ‘mereka’).
Subjek Proklitik
Au ‘saya’ aka-
O, ai, ei ‘engkau, kami, kalian’ maka-
Ndia ‘dia’ niki-
Ita ‘kita’ taka-
Sila ‘mereka’ laka-
Tabel 2. Proklitik yang dipadukan dengan nomina yang mengalami reduplikasi
a. Contoh dalam kata
(6) buna ‘bunga’ → PROK-bubunak ‘membuat berbunga’
(7) hina ‘luka’ → PROK-hihinak ‘melukai’

b. Contoh dalam kalimat
(6) Au aka-bubuna-k ai ndia
1T PROK-Red.bunga-Kp pohon itu
‘Saya membuat pohon itu berbunga’
O, ai, ei maka-bubuna-k ai ndia
2T, 1J Eks, 2J PROK-RD.bunga-Kp pohon itu
‘Engkau, kami, kalian membuat pohon itu berbunga’
Ndia niki-bubuna-k ai ndia
3T PROK-RD.bunga-Kp pohon itu
‘Dia membuat pohon itu berbunga’
Ita taka-bubuna-k ai ndia
1J Ink PROK-RD.bunga-Kp pohon itu
‘Kita membuat pohon itu berbunga’
Sila laka-bubuna-k ai ndia
3J PROK-RD.bunga-Kp pohon itu
‘Mereka membuat pohon itu berbunga’
(7) Au aka-hihina-k dale-n
1T PROK-RD.luka-Kp hati-nya
‘Saya melukai hatinya’
O, ai, ei maka-hihina-k dale-n
2T, 1J Eks, 2J PROK-RD.luka-Kp hati-nya
‘Engkau, kami, kalian melukai hatinya’
Ndia niki-hihina-k dale-n
3T PROK-RD.luka-Kp hati-nya
‘Dia melukai hatinya’
Ita taka-hihina-k dale-n
1J Ink PROK-RD.luka-Kp hati-nya
‘Kita melukai hatinya’
Sila laka-hihina-k dale-n
3J PROK-RD.luka-Kp hati-nya
‘Mereka melukai hatinya’
Berdasarkan contoh (6) dan (7) di atas, menunjukkan bahwa nomina buna ‘bunga’ dan hina ‘luka’ dibentuk menjadi verba dengan diberi proklitik yang sesuai dengan subjek kalimat. Dalam proses pembentukannya, nomina buna dan hina mengalami reduplikasi dwipurwa dan diberi konsonan penutup -k menjadi bubunak dan hihinak, kemudian diberi proklitik pronomina. Pemberian proklitik pada bentuk bubunak dan hihinak bersesuaian dengan kata ganti yang menempati fungsi subjek dalam kalimat. Proklitik aka- dipadukan dengan bentuk bubunak dan hihinak memarkahi subjek au ‘saya’. Apabila subjek berubah menjadi sila ‘mereka’, maka bentuk bubunak dan hihinak harus dipadukan dengan proklitik laka-.
b. Konkordansi Pada Bentuk Dasar Adjektiva
Adjektiva merupakan kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Apabila sebuah adjektiva diturunkan menjadi verba maka dipadukan dengan proklitik sebagai penanda konkordansi. Pada dasarnya sebuah adjektiva disebut sebagai verba jika mengandung makna dasar perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas.
Proklitik yang dilekatkan pada adjektiva akan menghasilkan verba deadjektival dalam predikat kalimat. Bentuk proklitik yang dapat dipadukan dengan adjektiva adalah /ama-/, /mama-/, /nimi-/, /tama-/, dan /lama-/. Proklitik akan selalu berubah sesuai dengan perubahan subjek dalam sebuah klausa atau kalimat.
Subjek Proklitik
Au ‘saya’ ama-
O, ai, ei ‘engkau, kami, kalian’ mama-
Ndia ‘dia’ nimi-
Ita ‘kita’ tama-
Sila ‘mereka’ lama-
Tabel 3. Proklitik pada bentuk dasar adjektiva
Adjektiva yang berfungsi sebagai predikat, apabila dipadukan dengan proklitik maka akan menghasilkan predikat verba. Perpaduan proklitik pada bentuk dasar adjektiva berkonkordansi dengan subjek kalimat. Perhatikan contoh (8) dan (9) berikut.
(8) Au lasi ndos so
1T tua sangat sudah
‘Saya sudah sangat tua’

O, ai, ei lasi ndos so
2T, 1J Eks, 2J tua sangat sudah
‘Engkau, kami, kalian sudah sangat tua’
Ndia lasi ndos so
3T tua sangat sudah
‘Dia sudah sangat tua’
Ita lasi ndos so
1J Ink tua sangat sudah
‘Kita sudah sangat tua’
Sila lasi ndos so
3J tua sangat sudah
‘Mereka sudah sangat tua’
(9) Au ama-lasi
1T PROK-tua
‘Saya menjadi tua’
O, ai, ei mama-lasi
2T, 1J Eks, 2J PROK-tua
‘Engkau, kami, kalian menjadi tua’
Ndia nimi-lasi
3T PROK-tua
‘Dia menjadi tua’
Ita tama-lasi
1J Ink PROK-tua
‘Kita menjadi tua’
Sila lama-lasi
3J PROK-tua
‘Mereka menjadi tua’
Dari contoh (8) dan (9) tampak bahwa apabila kata lasi ‘tua’ tidak dapat berdiri sendiri tanpa penanda proklitik, maka walaupun mengisi predikat dalam kalimat tetapi tetap berkategori predikat adjektiva seperti pada contoh (8). Sedangkan apabila kata lasi ‘tua’ diberi proklitik dalam fungsi sebagai predikat, maka lasi akan menjadi verba. Pemberian proklitik akan bersesuaian dengan subjek kalimat. Proklitik ama- dalam ama-lasi memarkahi subjek orang pertama tunggal (saya) sehingga berarti ‘(saya) menjadi tua’. Apabila subjek kalimat adalah O ‘engkau’, ai ‘kami’, dan ei ‘kalian’ maka lasi harus dipadukan dengan proklitik mama-; apabila subjek diganti dengan ndia ‘dia’, maka lasi dipadukan dengan proklitik nimi- menjadi nimi-lasi ‘(dia) menjadi tua’; apabila subjek kalimat adalah ita ‘kita’ maka lasi harus dipadukan dengan proklitik tama- atau bila subjkenya adalah sila ‘mereka’ maka harus dipadukan dengan proklitik lama-.
Perhatikan contoh yang lain pada kata nggoa ‘bodoh’, nasa ‘marah’, hedi ‘sakit’, dan dema ‘tinggi’.
(10)Au ama-nggoa
1T PROK-bodoh
‘Saya menjadi bodoh’
O, ai, ei mama-nggoa
1T, 1J Eks, 2J PROK-bodoh
‘Engkau, kami, kalian menjadi bodoh’
Ndia nimi-nggoa
3T PROK-bodoh
‘Dia menjadi bodoh’
Ita tama-nggoa
1J Ink PROK-bodoh
‘Kita menjadi bodoh’
Sila lama-nggoa
3J PROK-bodoh
‘Mereka menjadi bodoh’
(11)Au ama-nasa papa-n
1T PROK-marah ayah-nya
‘Saya memarahi ayahnya’
O, ai, ei mama-nasa papa-n
2T, 1J Eks, 2J PROK-marah ayah-nya
‘Engkau, kami, kalian memarahi ayahnya’
Ndia nimi-nasa papa-n
3T PROK-marah ayah-nya
‘Dia memarahi ayahnya’
Ita tama-nasa papa-n
1J Ink PROK-marah ayah-nya
‘Kita memarahi ayahnya’
Sila lama-nasa papa-n
3J PROK-marah ayah-nya
‘Mereka memarahi ayahnya’
(12) Au ama-hedi
1T PROK-sakit
‘Saya menjadi sakit’
O, ai, ei mama-hedi
2T, 1J, 2J PROK-sakit
‘Engkau, kami, kalian menjadi sakit’


Ndia nimi-hedi
3T PROK-sakit
‘Dia menjadi sakit’
Ita tama-hedi
1J Ink PROK-sakit
‘Kita menjadi sakit’
Sila lama-hedi
3T PROK-sakit
‘Mereka menjadi sakit’
(13) Au ama-dema
1T PROK-sakit
‘saya menjadi tinggi’
O, ai, ei mama-dema
2T, 1J, 2J PROK-sakit
‘Engkau, kami, kalian menjadi sakit’
Ndia nimi-dema
3T PROK-sakit
‘Mereka menjadi sakit’
Ita tama-dema
1J Ink PROK-tinggi
‘Kita menjadi tinggi’
Sila lama-dema
3J PROK-sakit
‘Mereka menjadi sakit’
Dari contoh (10), (11), (12), dan (13) di atas terlihat bahwa proses pembentukan adjektiva menjadi verba tergantung pada pemberian proklitik yang sesuai dengan penggunaan subjek terhadap adjektiva dalam kalimat. Setiap kalimat yang subjeknya adalah au ‘saya’, maka harus diberi proklitik mama- pada bentuk dasar adjektiva yang menempati fungsi predikat untuk mengubah kategori menjadi verba. Demikian juga dengan subjek yang lain, apabila kalimat bersubjek o ‘engkau’, ai ‘kami’, ei ‘kalian’ maka penanda konkordansi pada predikat yang bentuk dasarnya berkategori adjektiva adalah proklitik mama-. Apabila subjek kalimat diganti dengan ndia ‘dia’ maka bentuk dasar adjektiva yang predikatif harus dipadukan dengan proklitik nimi-, dan jika subjek diganti dengan ita ‘kita’ atau sila ‘mereka’, maka bentuk dasar adjektiva tersebut harus dipadukan dengan proklitik tama- atau lama-.
Seperti terjadi pada nomina, adjektiva juga dapat dilekatkan dengan bentuk proklitik /aka-/, /maka-/, /niki-/, /taka-/, dan /laka-/. Bentuk dasar adjektiva juga mengalami proses reduplikasi dwipurwa (pengulangan silabe pertama), namun tidak diberi konsonan penutup penentu walaupun dapat diketahui terjadi dalam situasi tertentu.
a. Contoh dalam kata
(14) Sufu ‘dingin’ → PROK-susufu ‘mendinginkan’
(15) Lutu ‘hancur’ → PROK-lulutu ‘menghancurkan’
b. Contoh dalam kalimat
(14) Au aka-susufu kofi
1T PROK-RD.dingin kopi
‘Saya mendinginkan kopi’
O, ai, ei maka-susufu kofi
2T, 1J Eks, 2J PROK-RD.dingin kopi
‘Engkau, kami, kalian mendinginkan kopi’
Ndia niki-susufu kofi
3T PROK-RD.dingin kopi
‘Dia mendinginkan kopi’
Ita taka-susufu kofi
1J Ink PROK-RD.dingin kopi
‘Kita mendinginkan kopi’
Sila laka-susufu kofi
3J PROK-RD.dingin kopi
‘Mereka mendinginkan kopi’
(15)Au aka-lulutu batu ndia
1T PROK-RD.hancur batu itu
‘Saya menghancurkan batu itu’
O, ai, ei maka-lulutu batu ndia
2T, 1J Eks, 2J PROK-RD.hancur batu itu
‘Engkau, kami, kalian menghancurkan batu itu’
Ndia niki-lulutu batu ndia
3T PROK-RD.hancur batu itu
‘Dia menghancurkan batu itu’
Ita taka-lulutu batu ndia
1J Ink PROK-RD.hancur batu itu
‘Kita menghancurkan batu itu’
Sila laka-lulutu batu ndia
3J PROK-RD.hancur batu itu
‘Mereka menghancurkan batu itu’
Dari contoh (14) dan (15) di atas tampak bahwa sufu ‘dingin’ dan lutu ‘hancur’ yang merupakan adjektiva, mengalami konkordansi dengan subjek kalimat dengan diberi proklitik. Pemberian bentuk proklitik ini harus pada bentuk dasar ajektiva yang mengalami reduplikasi dwipurwa. Sufu ‘dingin’ menjadi PROK–susufu dan lutu ‘hancur’ menjadi PROK-lulutu. Proklitik aka- yang dilekatkan pada bentuk dasar ajektiva memarkahi subjek au; Proklitik maka- memarkahi subjek O, ai, dan ei; Proklitik niki- memarkahi subjek au ‘saya’; Proklitik taka- memarkahi subjek ita; dan Proklitik laka- memarkahi subjek sila.
c. Konkordansi Pada Bentuk Dasar Verba
Verba dalam bahasa Rote pada umumnya tidak dapat berdiri sendiri sebagai bentuk yang bebas, kecuali diberi penanda proklitik pronomina dalam konstruksi sintaksis. Proses pembentukan konkordansi pada bentuk dasar verba dapat digolongkan menjadi 2 bagian yaitu: bentuk dasar verba yang berawal dengan fonem vokal, bentuk dasar verba yang berakhir dengan fonem konsonan.
1. Bentuk dasar verba yang berawal dengan fonem vokal
Setiap verba yang bentuk dasarnya berawal dengan fonem vokal, apabila dapat berdiri sendiri sebagai bentuk yang bebas, maka dipadukan dengan bentuk proklitik /Ø/, /m-/, /n-/, /t-/, dan /l-/. Proklitik ini akan melengkapi verba yang bentuk dasarnya merupakan bentuk terikat menjadi bentuk bebas dalam sebuah predikat kalimat.
Subjek Proklitik
Au ‘saya’ Ø-
O, ai, ei ‘engkau, kami, kalian’ m-
Ndia ‘dia’ n-
Ita ‘kita’ t-
Sila ‘mereka’ l-
Tabel 4. Bentuk proklitik pada verba yang berawal fonem vokal
Misalnya bentuk terikat -inu ‘minum’. Bentuk ini tidak dapat berdiri sendiri sebagai suatu bentuk yang bebas dan harus membutuhkan unsur lain berupa proklitik pronomina sebagai penanda konkordansi untuk dapat bermakna dalam sebuah konstituen yang lebih luas. Pemberian proklitik pada bentuk terikat verba harus berkonkordansi dengan subjek yang menempati fungsi predikat kalimat. Perhatikan contoh (16) berikut.
(16) Au Ø-inu kofi nggalas esa
1T PROK-minum kopi gelas satu
‘Saya minum kopi satu gelas’
O, ai, ei m-inu kofi nggalas esa
2T, 1J Eks, 2J PROK-minum kopi gelas satu
‘Engkau, kami, kalian minum kopi satu gelas’
Ndia n-inu kofi nggalas esa
3T PROK-minum kopi gelas satu
‘Dia minum kopi satu gelas’
Ita t-inu kofi nggalas esa
1J Ink PROK-minum kopi gelas satu
‘Kita minum kopi satu gelas’
Sila l-inu kofi nggalas esa
3J PROK-minum kopi gelas satu
‘Mereka minum kopi satu gelas’
Berdasarkan contoh (16) di atas menunjukkan bahwa proklitik sangat berperan penting dalam predikat kalimat. Bentuk -inu tidak mempunyai makna bila tidak dipadukan dengan proklitik, namun setelah diberi proklitik pronomina, maka bentuk -inu dapat dimaknai sebagai ‘minum’.
Apabila -inu diberi proklitik zero (Ø) dalam fungsi predikat kalimat seperti pada contoh (16), maka proklitik akan memarkahi subjek ‘saya’ sehingga menjadi (saya) minum kopi satu gelas. Demikian pula, jika bentuk -inu diberi proklitik m- maka akan menghasilkan bentuk bebas m-inu ‘(engkau/kalian/kami) minum’; bentuk -inu diberi proklitik n- maka menjadi n-inu ‘(dia) minum’; bentuk –inu diberi proklitik t- maka menjadi t-inu ‘(kita) minum’, dan apabila bentuk -inu diberi proklitik l-, maka menghasilkan bentuk bebas l-inu ‘(mereka) minum’. Perhatikan contoh lain pada bentuk terikat -ita, -oke, -ala, dan -ae. Seperti halnya dengan bentuk terikat -inu, jika berdiri sendiri tidak dapat dimaknai secara gramatikal.
(17) Au Ø-ita kamba manamopok so
1T PROK-lihat kerbau yang hilang sudah
‘Saya sudah melihat kembau yang hilang’
O, ai, ei m-ita kamba mana-mopok so
2T, 1J Eks, 2J PROK-lihat kerbau yang hilang sudah
‘Engkau, kami, kalian sudah melihat kembau yang hilang’
Ndia n-ita kamba mana-mopok so
3T PROK-lihat kerbau yang hilang sudah
‘Dia sudah melihat kembau yang hilang’
Ita t-ita kamba mana-mopok so
1J Ink PROK-lihat kerbau yang hilang sudah
‘Kita sudah melihat kembau yang hilang’
Sila l-ita kamba mana-mopok so
3J PROK-lihat kerbau yang hilang sudah
‘Mereka sudah melihat kembau yang hilang’
(18) Au Ø-oke papa doik
1T PROK-minta bapak uang
‘Saya meminta bapak uang’
O, ai, ei m-oke papa doik
2T, 1J Eks, 2J PROK-minta bapak uang
‘Engkau, kami, kalian meminta bapak uang’
Ndia n-oke papa doik
3T PROK-minta bapak uang
‘Dia meminta bapak uang’
Ita t-oke papa doik
1J Ink PROK-minta bapak uang
‘Kita meminta bapak uang’
Sila l-oke papa doik
3J PROK-minta bapak uang
‘Mereka meminta bapak uang’
(19) Au Ø-ala i’ak dua
1T PROK-dapat ikan dua
‘Saya mendapat ikan dua ekor’
O, ai, ei m-ala i’ak dua
2T, 1J Eks, 2J PROK-dapat ikan dua
‘Engkau, kami, kalian mendapat ikan dua ekor’
Ndia n-ala i’ak dua
3T PROK-dapat ikan dua
‘Dia mendapat ikan dua ekor’
Ita t-ala i’ak dua
1J Ink PROK-dapat ikan dua
‘Kita mendapat ikan dua ekor’
Sila l-ala i’ak dua
3J PROK-dapat ikan dua
‘Mereka mendapat ikan dua ekor’
(20) Au Ø-ae ndia kamuluk
1T PROK-mengatakan dia gila
‘Saya mengatakan dia gila’
O, ai, ei m-ae ndia kamuluk
2T, 1J Eks, 2J PROK-mengatakan dia gila
‘Engkau, kami, kalian mengatakan dia gila’
Ndia n-ae ndia kamuluk
3T PROK-mengatakan dia gila
‘Dia mengatakan dia gila’
Ita t-ae ndia kamuluk
1J Ink PROK-mengatakan dia gila
‘Kita mengatakan dia gila’
Sila l-ae ndia kamuluk
3J PROK-mengatakan dia gila
‘Mereka mengatakan dia gila’
Dari contoh (17), (18), (19), dan (20) di atas menunjukkan bahwa verba yang berawal dengan fonem vokal selalu berkonkordansi dengan subjek kalimat berupa pemberian bentuk proklitik pronomina /Ø/, /m-/, /n-/, /t-/, dan /l-/. Apabila bentuk-bentuk terikat tersebut dipadukan dengan proklitik, maka dapat dimaknai bahwa PROK-ita ‘melihat’, PROK-oke ‘meminta’, PROK-ala ‘mendapat’, dan PROK-ae ‘mengatakan’.
2. Bentuk dasar verba yang berawal dengan fonem konsonan
Setiap verba yang bentuk dasarnya berawal dengan fonem konsonan, maka dipadukan dengan bentuk proklitik /a-/, /ma-/, /ni-/, /ta-/, dan /la-/. Bentuk proklitik ini akan menjadikan verba yang bentuk dasarnya merupakan bentuk terikat menjadi bentuk bebas untuk dapat bermakna dalam konstituen yang lebih luas.

Subjek Proklitik
Au ‘saya’ a-
O, ai, ei ‘engkau, kami, kalian’ ma-
Ndia ‘dia’ ni-
Ita ‘kita’ ta-
Sila ‘mereka’ la-
Tabel 5. Bentuk proklitik pada verba yang berawal fonem konsonan
Misalnya bentuk –hani. Bentuk ini merupakan bentuk terikat dan harus mengalami konkordansi dengan subjek dalam kalimat untuk dapat berdiri sebagai unsur bebas.
(21) Au a-hani mama
1T PROK-tunggu ibu
‘Saya menunggu ibu’
O, ai, ei ma-hani mama
2T, 1J Eks, 2J PROK-tunggu ibu
‘Engkau, kami, kalian menunggu ibu’
Ndia ni-hani mama
3T PROK-tunggu ibu
‘Dia menunggu ibu’
Ita ta-hani mama
1J Ink PROK-tunggu ibu
‘Kita menunggu ibu’
Sila la-hani mama
3J PROK-tunggu ibu
‘Mereka menunggu ibu’
Pada contoh (21) di atas, bentuk -hani sangat tergantung dengan pemberian proklitik. Pemberian proklitik sesuai dengan subjek yakni /a-/, /ma-/, /ni-/, /ta-/, dan /la-/ melengkapi bentuk terikat -hani menjadi bentuk bebas yang artinya ‘menunggu’. Pemberian proklitik harus bersesuaian dengan subjek yang secara tidak langsung sudah memarkahi subjek dalam kalimat. Seperti proklitik ni- yang dipadukan dengan bentuk -hani menjadi ni-hani sudah memarkahi subjek ndia ‘dia’ yang bermakna ‘(dia) menunggu’. Demikian pula dengan proklitik a- menjadi a-hani ‘(saya) menunggu’, ma- menjadi ma-hani ‘(engkau/kalian/kami) menunggu’, ta- menjadi ta-hani ‘(kita) menunggu’, dan la- menjadi la-hani ‘(mereka) menunggu’. Contoh yang lain pada bentuk -nggou, -tane, dan -noli yang selalu membutuhkan bentuk lain untuk menjadi bentuk yang bebas.
(22) Au a-nggou fadik
1T PROK-panggil adik
‘Saya memanggil adik’
O, ai, ei ma-nggou fadik
2T, 1J Eks, 2J PROK-panggil adik
‘Engkau, kami, kalian memanggil adik’
Ndia ni-nggou fadik
3T PROK-panggil adik
‘Dia memanggil adik’
Ita ta-nggou fadik
1J Ink PROK-panggil adik
‘Kita memanggil adik’
Sila la-nggou fadik
3J PROK-panggil adik
‘Mereka memanggil adik’
(23) Au a-tane neu to’o
1T PROK-tanya kepada paman
‘Saya bertanya kepada paman’
O, ai, ei ma-tane neu to’o
2T, 1J Eks, 2J PROK-tanya kepada paman
‘Engkau, kami, kalian bertanya kepada paman’
Ndia ni-tane neu to’o
3T PROK-tanya kepada paman
‘Dia bertanya kepada paman’
Ita ta-tane neu to’o
1J Ink PROK-tanya kepada paman
‘Kita bertanya kepada paman’
Sila la-tane neu to’o
3J PROK-tanya kepada paman
‘Mereka bertanya kepada paman’
(24) Au a-noli Dede’a Lotek
1T PROK-belajar Bahasa Rote
‘Saya belajar Bahasa Rote’
O, ai, ei ma-noli Dede’a Lotek
2T, 1J Eks, 2J PROK-belajar Bahasa Rote
‘Engkau, kami, kalian belajar Bahasa Rote’
Ndia ni-noli Dede’a Lotek
3T PROK-belajar Bahasa Rote
‘Dia belajar Bahasa Rote’
Ita ta-noli Dede’a Lotek
1J Ink PROK-belajar Bahasa Rote
‘Kita belajar Bahasa Rote’
Sila la-noli Dede’a Lotek
3J PROK-belajar Bahasa Rote
‘Mereka belajar Bahasa Rote’
Dari contoh (22), (23), dan (24) di atas tampak bahwa bentuk -nggou, -tane, dan -noli harus berkonkordansi terhadap subjek kalimat dengan diberi bentuk proklitik /a-/, /ma-/, /ni-/, /ta-/, dan /la-/ untuk menjadi bentuk yang bebas. Pemberian proklitik a- memarkahi subjek au; proklitik ma- memarkahi subjek o, ai, dan ei; proklitik ni- memarkahi subjek ndia; proklitik ta- memarkahi subjek ita; dan proklitik la- memarkahi subjek sila. Setelah diberi proklitik maka dapat diartikan bahwa PROK-nggou ‘(subjek) memanggil’, PROK-tane ‘(subjek) bertanya’, dan PROK-noli ‘(subjek) belajar’.
Dalam kategori verba, hanya bentuk dasar verba yang berawal dengan fonem konsonan yang diturunkan dengan proses pengulangan menggunakan proklitik pronomina yaitu sebagai penanda konkordansi. Apabila berfungsi sebagai predikat dalam konstruksi sintaksis, maka akan diberi bentuk proklitik /aka-/, /maka-/, /niki-/, /taka-/, dan /laka-/, kemudian bentuk verba tersebut mengalami reduplikasi dwipurwa (pengulangan silabe pertama), serta diberi konsonan penutup sebagai penentu suatu keadaan tertentu.
a. Contoh dalam kata
(25) Laa ‘terbang’ → PROK-lalaak ‘menerbangkan’
(26) Sunggu ‘tidur’ → PROK-susungguk ‘menidurkan’
(27) Tena ‘tenggelam’ → PROK-tetenak ‘menenggelamkan’
b. Contoh dalam kalimat
(25) Au aka-lalaa-k manu
1T PROK-RD.terbang-Kp ayam
‘Saya menerbangkan ayam’
O, ai, ei maka-lalaa-k manu
2T, 1J Eks, 2J PROK-RD.terbang-Kp ayam
‘Engkau, kami, kalian menerbangkan ayam’
Ndia niki-lalaa-k manu
3T PROK-RD.terbang-Kp ayam
‘Dia menerbangkan ayam’
Ita taka-lalaa-k manu
1J Ink PROK-RD.terbang-Kp ayam
‘Kita menerbangkan ayam’
Sila laka-lalaa-k manu
3J PROK-RD.terbang-Kp ayam
‘Mereka menerbangkan ayam’
(26) Au aka-susunggu-k Mardi
1T PROK-RD.tidur-Kp Mardi
‘Saya menidurkan Mardi’
O, ai, ei maka-susunggu-k Mardi
2T, 1J Eks, 2J PROK-RD.tidur-Kp Mardi
‘Engkau, kami, kalian menidurkan Mardi’
Ndia niki-susunggu-k Mardi
3T PROK-RD.tidur-Kp Mardi
‘Dia menidurkan Mardi’
Ita taka-susunggu-k Mardi
1J Ink PROK-RD.tidur-Kp Mardi
‘Kita menidurkan Mardi’
Sila laka-susunggu-k Mardi
3J PROK-RD.tidur-Kp Mardi
‘Mereka menidurkan Mardi’
(27) Au aka-tetena-k batu
1T PROK-RD.tenggelam-Kp batu
‘Saya menenggelamkan batu’
O, ai, ei maka-tetena-k batu
2T, 1J Ink, 2J PROK-RD.tenggelam-Kp batu
‘Engkau, kami, kalian menenggelamkan batu’
Ndia niki-tetena-k batu
3T PROK-RD.tenggelam-Kp batu
‘Dia menenggelamkan batu’
Ita taka-tetena-k batu
1J Ink PROK-RD.tenggelam-Kp batu
‘Kita menenggelamkan batu’
Sila laka -tetena-k batu
3J PROK-RD.tenggelam-Kp batu
‘Mereka menenggelamkan batu’
Berdasarkan contoh (25), (26), dan (27) di atas terlihat bahwa verba yang mengalami reduplikasi dengan pemberian konsonan penutup berkonkordansi terhadap subjek diberi bentuk proklitik /aka-/, /maka-/, /niki-/, /taka-/, dan /laka-/. Proklitik aka- memarkahi au; maka- memarkahi o, ai, dan ei; niki- memarkahi ndia; taka- memarkahi ita; dan laka- memarkahi sila. Pemberian bentuk proklitik pada verba tersebut akan berpengaruh dalam perubahan makna.

4.2 Fungsi Konkordansi
Dalam bahasa Rote dialek Loleh, konkordansi ditandai dengan pemberian klitik pronomina yaitu proklitik. Fungsi proklitik dalam bahasa Rote adalah sebagai berikut:
a. Mengubah kategori nomina menjadi verba
Setiap kata yang berkelas nomina, jika dilekatkan proklitik pada kata tersebut maka akan berubah menjadi verba. Misalnya pada kata hala ‘suara’, daa ‘darah’, luu ‘air mata’, dan osi ‘kebun’ pada contoh (2), (3), (4), dan (5). Sebelum dipadukan dengan proklitik, kata-kata tersebut walaupun berfungsi sebagai predikat kalimat, namun berkategori nomina seperti kata hala ‘suara’ pada contoh (1). Dan setelah diberi proklitik, kata-kata itu berubah menjadi kategori verba seperti dalam contoh kalimat (2), (3), (4), dan (5).
Contoh lain pada kata uma ‘rumah’ dan une ‘sisik’, apabila dipadukan dengan proklitik pronomina /a-/, /ma-/, /ni-/, /ta-/, dan /la-/, maka akan berubah menjadi verba.
Contoh dalam kata:
(28) Uma ‘rumah’ (N)
→ a-uma ‘(saya) berumah’ (V)
→ma-uma ‘(engkau, kami, kalian) berumah’ (V)
→ni-uma ‘(dia) berumah’ (V)
→ta-uma ‘(kita) berumah’ (V)
→la-uma ‘(sila) berumah’ (V)
(29) Une ‘sisik’ (N)
→ a-une ‘(saya) bersisik’ (V)
→ma-une ‘(engkau, kami, kalian) bersisik’ (V)
→ni-une ‘(dia) bersisik’ (V)
→ta-une ‘(kita) bersisik’ (V)
→la-une ‘(sila) bersisik’ (V)
Contoh dalam kalimat:
(28) Au a-uma nai osi
1T PROK-rumah di kebun
‘Saya berumah di kebun’
O, ai, ei ma-uma nai osi
2T, 1J Eks, 2J PROK-rumah di kebun
‘Engkau, kami, kalian berumah di kebun’
Ndia ni-uma nai osi
3T PROK-rumah di kebun
‘Dia berumah di kebun’
Ita ta-uma nai osi
1J Ink PROK-rumah di kebun
‘Kita berumah di kebun’
Sila la-uma nai osi
3J PROK-rumah di kebun
‘Mereka berumah di kebun’
(29) Au a-une so
1T PROK-sisik sudah
‘Saya sudah bersisik’
O, ai, ei ma-une so
2T, 1J Eks, 2J PROK-sisik sudah
‘Engkau, kami, kalian sudah bersisik’
Ndia ni-une so
3T PROK-sisik sudah
‘Dia sudah bersisik’
Ita ta-une so
1J Ink PROK-sisik sudah
‘Kita sudah bersisik’
Sila la-une so
3J PROK-sisik sudah
‘Mereka sudah bersisik’
Pada contoh (28) dan (29) di atas terlihat bahwa kata uma ‘rumah’ dan une ‘buah’ yang awalnya merupakan kategori nomina setelah dipadukan dengan proklitik pronomina, berubah kategori menjadi PROK-uma ‘berumah’ dan PROK-une ‘bersisik’ yang berkategori verba.
Dalam proses pembentukan verba denominal, dapat juga digunakan bentuk proklitik /aka-/, /maka-/, /niki-/, /taka-/, dan /laka-/ apabila bentuk dasar nomina mengalami reduplikasi dwipurwa. Misalnya kata hina ‘luka’. Apabila dipadukan dengan bentuk proklitik /a-/, /ma-/, /ni-/, /ta-/, dan /la-/, maka kata hina tidak perlu mengalami reduplikasi, tapi apabila harus dipadukan dengan proklitik /aka-/, /maka-/, /niki-/, /taka-/, dan /laka-/, maka hina harus mengalami proses reduplikasi dwipurwa. Contoh:
Hina ‘luka’ dipadukan dengan proklitik /a-/, /ma-/, /ni-/, /ta-/, dan /la-/
(30) Au a-hina ndia fadin
1T PROK-luka dia adiknya
‘Saya melukai adiknya’
O, ai, ei ma-hina ndia fadin
2T, 1J Eks, 2J PROK-luka dia adiknya
‘Engkau, kami, kalian melukai adiknya’
Ndia ni-hina ndia fadin
3T PROK-luka dia adiknya
‘Dia melukai adiknya’
Ita ta-hina ndia fadin
1J Ink PROK-luka dia adiknya
‘Kita melukai adiknya’
Sila la-hina ndia fadin
3J PROK-luka dia adiknya
‘Mereka melukai adiknya’
Hina ‘luka’ dipadukan dengan proklitik /aka-/, /maka-/, /niki-/, /taka-/, dan /laka-/
(31) Au aka-hinina-k ka’ak dalen
1T PROK-RD.luka-Kp kakak hatinya
‘Saya melukai hati kakak’
O, ai, ei aka-hinina-k ka’ak dalen
2T, 1J Eks, 2J PROK-RD.luka-Kp kakak hatinya
‘Engkau, kami, kalian melukai hati kakak’
Ndia aka-hinina-k ka’ak dalen
3T PROK-RD.luka-Kp kakak hatinya
‘Dia melukai hati kakak’

Ita aka-hinina-k ka’ak dalen
1J Ink PROK-RD.luka-Kp kakak hatinya
‘Kita melukai hati kakak’
Sila aka-hinina-k ka’ak dalen
3J PROK-RD.luka-Kp kakak hatinya
‘Mereka melukai hati kakak’
Dari contoh (30) dan (31) di atas, tampak bahwa pembentukan hina ‘luka’ menjadi verba membutuhkan bentuk proklitik yang berbeda. Bentuk proklitik /a-/, /ma-/, /ni-/, /ta-/, dan /la-/ dipadukan langsung pada hina untuk membentuk verba, sedangkan bentuk proklitik /aka-/, /maka-/, /niki-/, /taka-/, dan /laka-/ dipadukan dengan hina apabila direduplikasi silabe pertamanya.
b. Mengubah kategori adjektiva menjadi verba
Setiap kata yang berkategori adjektiva, apabila dipadukan dengan proklitik maka akan menghasilkan verba deadjektival. Proklitik yang dapat dipadukan adjektiva adalah /ama-/, /mama-/, /nimi-/, /tama-/, dan /lama-/. Contoh kata lasi ‘tua’ dan dema ‘tinggi’.
Contoh dalam kata:
(32) Lasi ‘tua’ (A)
→ ama-lasi ‘(saya) menjadi tua’ (V)
→mama-lasi ‘(engkau, kami, kalian) menjadi tua’ (V)
→nimi-lasi ‘(dia) menjadi tua’ (V)
→tama-lasi ‘(kita) menjadi tua’ (V)
→lama-lasi ‘(sila) menjadi tua (V)
(33) Dema ‘tinggi’ (A)
→ ama-dema ‘(saya) menjadi tinggi’ (V)
→mama-dema ‘(engkau, kami, kalian) menjadi tinggi’ (V)
→nimi-dema ‘(dia) menjadi tinggi’ (V)
→tama-dema ‘(kita) menjadi tinggi’ (V)
→lama-dema ‘(sila) menjadi tinggi’ (V)

Contoh dalam kalimat:
(32) Au ama-lasi ndia manfalik
1T PROK-tua sejak tahun lalu
‘Saya menjadi tua sejak tahun lalu’
O, ai, ei mama-lasi ndia manfalik
2T, 1J Eks, 2J PROK-tua sejak tahun lalu
‘Engkau, kami, kalian menjadi tua sejak tahun lalu’
Ndia nimi-lasi ndia manfalik
3T PROK-tua sejak tahun lalu
‘Dia menjadi tua sejak tahun lalu’
Ita tama-lasi ndia manfalik
1J Ink PROK-tua sejak tahun lalu
‘Kita menjadi tua sejak tahun lalu’
Sila lama-lasi ndia manfalik
3J PROK-tua sejak tahun lalu
‘Mereka menjadi tua sejak tahun lalu’
(33) Au ama-dema meter dua
1T PROK-tinggi meter dua
‘Saya menjadi tinggi dua meter’
O, ai, ei mama-dema meter dua
2T, 1J Eks, 2J PROK-tinggi meter dua
‘Engkau, kami, kalian menjadi tinggi dua meter’
Ndia nimi-dema meter dua
3T PROK-tinggi meter dua
‘Dia menjadi tinggi dua meter’
Ita tama-dema meter dua
1J Ink PROK-tinggi meter dua
‘Kita menjadi tinggi dua meter’
Sila lama-dema meter dua
3J PROK-tinggi meter dua
‘Mereka menjadi tinggi dua meter’
Dari contoh (32) dan (33) di atas, tampak kata lasi ‘tua’ dan dema ‘tinggi’ yang merupakan kategori adjektiva, dipadukan dengan proklitik menjadi PROK-lasi ‘(subjek) menjadi tua’dan PROK-dema ‘(subjek) menjadi tinggi’ menghasilkan verba intransitif. Kehadiran konkordansi proklitik dalam contoh di atas adalah mengubah adjektiva menjadi verba.
Ajektiva juga dapat dipadukan dengan bentuk proklitik /aka-/, /maka-/, /niki-/, /taka-/, dan /laka-/. Proses pembentukan verba deadjektival dengan bentuk proklitik ini biasanya bentuk dasar adjektiva mengalami reduplikasi dwipurwa serta diberi konsonan penutup. Misalnya pada kata mae ‘malu’ dan luli ‘marah’.
(34) Au aka-mamae-k fadik
1T PROK-RD.malu-Kp adik
‘Saya mempermalukan adik’
O, ai, ei maka-mamae-k fadik
2T, 1J Eks, 2J PROK-RD.malu-Kp adik
‘Engkau, kami, kalian mempermalukan adik’
Ndia niki-mamae-k fadik
3T PROK-RD.malu-Kp adik
‘Dia mempermalukan adik’
Ita taka-mamae-k fadik
1J Ink PROK-RD.malu-Kp adik
‘Kita mempermalukan adik’
Sila laka-mamae-k fadik
3J PROK-RD.malu-Kp adik
‘Mereka mempermalukan adik’
(35) Au aka-lululi-k ndia
1T PROK-RD.marah-Kp dia
‘Saya membuatnya marah’
O, ai, ei maka-lululi-k ndia
2T, 1J Eks, 2J PROK-RD.marah-Kp dia
‘Engkau, kami, kalian membuatnya marah’
Ndia niki-lululi-k ndia
3T PROK-RD.marah-Kp dia
‘Dia membuatnya marah’
Ita taka-lululi-k ndia
1J Ink PROK-RD.marah-Kp dia
‘Kita membuatnya marah’
Sila laka-lululi-k ndia
3J PROK-RD.marah-Kp dia
‘Mereka membuatnya marah’
Berdasarkan contoh (34) dan (35) di atas, kata mae dan luli merupakan adjektiva, apabila dipadukan dengan proklitik /aka-/, /maka-/, /niki-/, /taka-/, dan /laka-/ maka harus mendapat proses reduplikasi dwipurwa serta diberi konsonan penutup –k sehingga dapat menghasilkan verba yaitu PROK-mamae-k ‘(subjek) mempermalukan’ dan PROK-lululi-k ‘(subjek) membuat marah’.

c. Membentuk bentuk terikat verba menjadi bentuk bebas
Bahasa Rote dialek Loleh mengenal adanya bentuk terikat yang dianggap sebagai bentuk dasar verba, namun tidak dapat berdiri sebagai sebuah verba bebas. Apabila bentuk-bentuk terikat itu diberi proklitik, maka dapat dikategorikan sebagai sebuah verba. Misalnya bentuk -ita, -ala, -fada, dan -kau. Apabila dilekatkan dengan proklitik, maka akan menjadi PROK-ita ‘(subjek) melihat’, PROK-ala ‘mendapat’, PROK-fada ‘memberitahu’, dan PROK-kau ‘berteriak’. Dalam pemberian proklitik, bentuk yang berawal dengan fonem vokal diberi proklitik /Ø/, /m-/, /n-/, /t-/, dan /l-/, sedangkan bentuk yang diawali dengan fonem konsonan diberi proklitik /a-/, /ma-/, /ni-/, /ta-/, dan /la-/.
Contoh bentuk yang berawal dengan fonem vokal:
(36) Au Ø-ita ndia te’o-n
1T PROK-lihat dia bibi-nya
‘Saya melihat bibinya’
O, ai, ei m-ita ndia te’o-n
2T, 1J Eks, 2J PROK-lihat dia bibi-nya
‘Engkau, kami, kalian melihat bibinya’
Ndia n-ita ndia te’o-n
3T PROK-lihat dia bibi-nya
‘Dia melihat bibinya’
Ita t-ita ndia te’o-n
1J Ink PROK-lihat dia bibi-nya
‘Kita melihat bibinya’
Sila l-ita ndia te’o-n
3J PROK-lihat dia bibi-nya
‘Mereka melihat bibinya’
(37) Au Ø-ala doik lupia natun lima
1T PROK-dapat uang rupiah lima ratus
‘Saya mendapat uang lima ratus rupiah’
O, ai, ei m-ala doik lupia natun lima
2T, 1J Eks, 2J PROK-dapat uang rupiah lima ratus
‘Engkau, kami, kalian mendapat uang lima ratus rupiah’
Ndia n-ala doik lupia natun lima
3T PROK-dapat uang rupiah lima ratus
‘Dia mendapat uang lima ratus rupiah’

Ita t-ala doik lupia natun lima
1J Ink PROK-dapat uang rupiah lima ratus
‘Kita mendapat uang lima ratus rupiah’
Sila l-ala doik lupia natun lima
3J PROK-dapat uang rupiah lima ratus
‘Mereka mendapat uang lima ratus rupiah’
Dari contoh (36) dan (37) di atas, bentuk -ita dan -ala berdiri sebagai bentuk yang bebas apabila dipadukan dengan proklitik /Ø/, /m-/, /n-/, /t-/, dan /l-/. Bentuk -ita apabila berdiri sendiri tidak berarti ‘lihat’ dan -ala tidak berarti ‘dapat’, tetapi setelah diberi proklitik maka dapat diartikan menjadi ‘(subjek) melihat’ dan ‘(subjek) mendapat’.
Contoh bentuk yang berawal dengan fonem konsonan:
(38) Au a-fada ka’a-n
1T PROK-beritahu kakak-nya
‘Saya memberitahu kakaknya’
O, ai, ei ma-fada ka’a-n
2T, 1J Eks, 2J PROK-beritahu kakak-nya
‘Engkau, kami, kalian memberitahu kakaknya’
Ndia ni-fada ka’a-n
3T PROK-beritahu kakak-nya
‘Dia memberitahu kakaknya’
Ita ta-fada ka’a-n
1J Ink PROK-beritahu kakak-nya
‘Kita memberitahu kakaknya’
Sila la-fada ka’a-n
3J PROK-beritahu kakak-nya
‘Mereka memberitahu kakaknya’
(39) Au a-kau nai hadeoe
1T PROK-teriak di sawah
‘Saya berteriak di sawah’
O, ai, ei ma-kau nai hadeoe
2T, 1J Eks, 2J PROK-teriak di sawah
‘Engkau, kami, kalian berteriak di sawah’
Ndia ni-kau nai hadeoe
3T PROK-teriak di sawah
‘Dia berteriak di sawah’
Ita ta-kau nai hadeoe
1J Ink PROK-teriak di sawah
‘Kita berteriak di sawah’

Sila la-kau nai hadeoe
3J PROK-teriak di sawah
‘Mereka berteriak di sawah’
Dari contoh (38) dan (39) di atas, bentuk -fada dan -kau berdiri sebagai bentuk yang bebas apabila dipadukan dengan proklitik /a-/, /ma-/, /ni-/, /ta-/, dan /la-/. Bentuk -fada tidak dapat diartikan ‘lihat’ dan -kau ‘dapat’ jika berdiri sendiri tetapi harus diberi proklitik sebagai penanda konkordansi sehingga dapat bermakna menjadi ‘(subjek) memberitahu’ dan ‘(subjek) berteriak’.
Dalam proses pembentukan yang lain, bentuk terikat yang dianggap sebagai bentuk dasar verba juga dapat dipadukan dengan /aka-/, /maka-/, /niki-/, /taka-/, dan /laka-/. Pemberian proklitik ini dipadukan dengan bentuk yang mengalami reduplikasi dwipurwa disertai konsonan penutup. Misalnya pada bentuk -sunggu dan -tonggo.
(40) Au aka-susunggu-k fadik
1T PROK-RD.tidur-Kp adik
‘Saya menidurkan adik’
O, ai, ei maka-susunggu-k fadik
2T, 1J Eks, 2J PROK-RD.tidur-Kp adik
‘Engkau, kami, kalian menidurkan adik’
Ndia niki-susunggu-k fadik
3T PROK-RD.tidur-Kp adik
‘Dia menidurkan adik’
Ita taka-susunggu-k fadik
1J Ink PROK-RD.tidur-Kp adik
‘Kita menidurkan adik’
Sila laka-susunggu-k fadik
3J PROK-RD.tidur-Kp adik
‘Mereka menidurkan adik’
(41) Au aka-totonggo-k asa
1T PROK-RD.bertemu-Kp mereka
‘Saya mempertemukan mereka’
O, ai, ei aka-totonggo-k asa
2T, 1J Eks, 2J PROK-RD.bertemu-Kp mereka
‘Engkau, kami, kalian mempertemukan mereka’
Ndia niki-totonggo-k asa
3T PROK-RD.bertemu-Kp mereka
‘Dia mempertemukan mereka’

Ita taka-totonggo-k asa
1J Ink PROK-RD.bertemu-Kp mereka
‘Kita mempertemukan mereka’
Sila laka-totonggo-k fadik
3J PROK-RD.bertemu-Kp asa
‘Mereka mempertemukan mereka’
Dari contoh (40) dan (41) di atas tampak bahwa -sunggu dan -tonggo yang merupakan bentuk terikat apabila dilekatkan dengan proklitik /aka-/, /maka-/, /niki-/, /taka-/, dan /laka-/ untuk menjadi verba bebas, maka harus mengalami reduplikasi dwipurwa serta diberi konsonan penutup sebagai penentu situasi tertentu.

4.3 Makna Konkordansi
Dalam bahasa Rote dialek Loleh, konkordansi yang ditandai dengan penanda proklitik akan mempengaruhi sebuah makna kata dalam suatu fungsi sintaksis. Apabila proklitik dipadukan dengan suatu unsur, maka unsur tersebut akan menggandung makna yang berbeda dengan bentuk dasarnya. Penanda konkordansi dalam bahasa Rote memiliki empat makna dalam perpaduannya dengan bentuk predikatif yaitu: a) makna reflektif; b) makna translatif; c) makna aksi; dan d) makna kausatif. pronomina, apabila dipadukan dengan bentuk nomina menjadi verba intransitif.
a. Makna Reflektif
Nomina dalam bahasa Rote apabila diberi proklitik berkonkordansi dengan subjeknya maka akan menghasilkan verba intransitif. Proklitik yang dapat dipadukan dengan nomina dalam proses ini adalah /a-/, /ma-/, /ni-/, /ta-/, dan /la-/. Proklitik /a-/ untuk menyatakan subjek au ‘saya’; /ma-/ untuk subjek o ‘engkau’, ai ‘kami’, dan ei ‘kalian’; /ni-/ untuk subjek ndia ‘dia’; /ta-/ untuk subjek ita ‘kita’ dan /la-/ untuk subjek sila ‘mereka’.
Verba hasil konkordansi yang berupa perpaduan proklitik dengan nomina dalam fungsi sintaksis mengandung makna reflektif. Makna reflektif adalah makna yang menyatakan perbuatan yang objeknya diri sendiri atau dilakukan oleh pelakunya sendiri. Misalnya kata hala ‘suara’dan daa ‘darah’ pada contoh (2) dan (3).
Pada contoh (2), hala ‘suara’ dipadukan dengan proklitik untuk berkonkordansi dengan subjek ‘saya’ dalam kalimat au a-hala nai osi dale ‘saya bersuara di dalam kebun’. Dalam kalimat ini predikat yang berbentuk dasar hala mengandung makna refleksif, artinya subjek ‘saya’ melakukan hal bersuara (pelaku) dan sekaligus berfungsi sebagai objek.
Pada contoh (3), daa ‘darah’ mengalami proses konkordansi berupa perpaduan proklitik dalam kalimat au a-daa ‘saya berdarah’, maka a-daa yang berfungsi sebagai predikat mengandung makna reflektif karena subjek au ‘saya’ selain sebagai pelaku a-daa ‘berdarah’ juga sebagai objek dari daa (darah).
Contoh lain pada kata oe ‘air’
(42) Au a-oe ‘saya berair’
O, ei, ai ma-oe ‘engkau, kalian, kami berair’
Ndia ni-oe ‘dia berair’
Ita ta-oe ‘kita berair’
Sila la-oe ‘mereka berair’
Pada contoh (42) di atas, tampak bahwa nomina oe ‘air’ dapat dipadukan dengan proklitik untuk menghasilkan intransitif yang bermakna reflektif. Makna dalam kalimat di atas bahwa subjek menjadi pelaku sekaligus objek terhadap predikat oe. Dalam contoh di atas, seandainya manusia dapat berair maka dapat digunakan bentuk kalimat perpaduan proklitik dengan oe ‘air’ yang artinya ‘(subjek) berair’.
b. Makna Translatif
Dalam proses pembentukan konkordansi pada bentuk dasar adjektiva digunakan bentuk prokltik /ama-/, /mama-/, /nimi-/, /tama-/, dan /lama-/. Proklitik /ama-/ untuk menyatakan subjek au ‘saya’; /mama-/ untuk subjek o ‘engkau’, ai ‘kami’, dan ei ‘kalian’; /nimi-/ untuk subjek ndia ‘dia’; /tama-/ untuk subjek ita ‘kita’ dan /lama-/ untuk subjek sila ‘mereka’.
Apabila proklitik dipadukan dengan bentuk adjektiva yang predikatif, maka adjektiva tersebut berubah menjadi kategori verba ekuatif. Bentuk proklitik dalam adjektiva yang predikatif mengandung makna translatif. Makna translatif merupakan makna yang menyatakan perubahan keadaan atau situasi pada nomina atau sejenisnya. Misalnya kata lasi ‘tua’ dan su’i ‘kaya’.
(43) Au ama-lasi ‘saya menjadi tua’
O, ei, ai mama-lasi ‘engkau, kalian, kami menjadi tua’
Ndia nimi-lasi ‘dia menjadi tua’
Ita tama-lasi ‘kita menjadi tua’
Sila lama-lasi ‘mereka menjadi kaya’
(44) Au ama-su’i ‘saya menjadi kaya’
O, ei, ai mama-su’i ‘engkau, kalian, kami menjadi kaya’
Ndia nimi-su’i ‘dia menjadi kaya’
Ita tama-su’i ‘kita menjadi kaya’
Sila lama-lasi ‘mereka menjadi tua’
Berdasarkan contoh (43) dan (44) di atas, bahwa penanda konkordansi proklitik yang dipadukan dengan bentuk dasar adjektiva lasi ‘tua’ dan su’i ‘kaya’ dalam fungsi sintaksis, maka berubah kategori menjadi verba PROK-lasi ‘menjadi tua’ dan PROK-su’i ‘menjadi kaya’. Dalam contoh kalimat di atas, tampak bahwa proklitik mengandung makna translatif apabila dipadukan dengan bentuk dasar adjektiva. Pada contoh (43), kata lasi ‘tua’ kalimat tersebut mengandung makna translatif, yaitu bahwa subjek yang awalnya tidak mengalami keadaan ‘tua’ berubah menjadi ‘tua’. Demikian juga pada contoh kalimat (44), kata su’i ‘kaya’ dipadukan dengan proklitik mengandung makna translatif yaitu subjek yang belum ‘kaya’ menjadi ‘kaya’.

c. Makna Aksi
Setiap bentuk terikat yang merupakan bentuk dasar verba apabila dipadukan dengan proklitik maka mengandung makna aksi dalam fungsi sintaksis baik bentuk yang menggunakan proklitik /Ø/, /m-/, /n-/, /t-/, dan /l-/, maupun bentuk yang menggunakan proklitik /a-/, /ma-/, /ni-/, /ta-/, dan /la-/. Proklitik /Ø-/ dan /a-/ menyatakan subjek au ‘saya’; /m-/ dan /ma-/ untuk subjek o ‘engkau’, ai ‘kami’, dan ei ‘kalian’; /n-/ dan /ni-/ untuk subjek ndia ‘dia’; /t-/ dan /ta-/ untuk subjek ita ‘kita’ serta /l-/ dan /la-/ untuk subjek sila ‘mereka’. Makna aksi pada dasarnya menyatakan makna perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh subjek. Misalnya pada bentuk -oke ‘minta’ dan -noli ‘belajar’.
(45) Au Ø-oke doik ‘saya meminta uang’
O, ei, ai m-oke doik ‘engkau, kalian, kami meminta uang’
Ndia n-oke doik ‘dia meminta uang’
Ita t-oke doik ‘kita meminta uang’
Sila l-oke doik ‘mereka meminta uang’
(46) Au a-noli Matematika ‘saya belajar Matematika’
O, ei, ai ma-noli Matematika ‘engkau, kalian, kami belajar Matematika’
Ndia ni-noli Matematika ‘dia belajar Matematika’
Ita ta-noli Matematika ‘kita belajar Matematika’
Sila la-noli Matematika ‘mereka belajar Matematika’
Pada contoh (45) dan (46) di atas, terlihat bahwa subjek kalimat menjadi pelaku aksi atau tindakan melakukan hal predikat. Pada contoh (45), subjek melakukan tindakan minta uang sedangkan pada contoh (46) subjek melakukan tindakan belajar Matematika.
d. Makna Kausatif
Setiap kata yang berbentuk dasar nomina, adjektiva maupun verba dipadukan dengan proklitik /aka-/, /maka-/, /niki-/, /taka-/, dan /laka-/, maka akan menghasilkan verba transitif yang bermakna kausatif dalam fungsi sintaksis. Proklitik /aka-/ untuk menyatakan subjek au ‘saya’; /maka-/ untuk subjek o ‘engkau’, ai ‘kami’, dan ei ‘kalian’; /niki-/ untuk subjek ndia ‘dia’; /taka-/ untuk subjek ita ‘kita’ dan /laka-/ untuk subjek sila ‘mereka’. Makna kausatif pada dasarnya bersangkutan dengan perbuatan (verba) yang menyebabkan suatu keadaan atau kejadian.
Kata buna ‘bunga’ (N), tobi ‘panas’ (A), dan -tonggo ‘bertemu’ (V), apabila diberi bentuk proklitik /aka-/, /maka-/, /niki-/, /taka-/, dan /laka-/ maka kata-kata tersebut mengalami reduplikasi dwipurwa untuk menyatakan makna kausatif.
(47) Au aka-bubuna-k ai ndia ‘saya membungakan pohon itu’
O, ei, ai maka-bubuna-k ai ndia ‘engkau, kalian, kami saya membungakan pohon itu’
Ndia niki-bubuna-k ai ndia ‘dia saya membungakan pohon itu’
Ita taka-bubuna-k ai ndia ‘kita saya membungakan pohon itu’
Sila laka-bubuna-k ai ndia ‘mereka saya membungakan pohon itu’
(48) Au aka-totobi oe ‘saya memanaskan air’
O, ei, ai maka-totobi oe ‘engkau, kalian, kami memanaskan air’
Ndia niki-totobi oe ‘dia memanaskan air’
Ita taka-totobi oe ‘kita memanaskan air’
Sila lama-totobi oe ‘mereka memanaskan air’
(49) Au aka-totonggo-k au ina-ama-n ala ‘saya mempertemukan orang tuanya’
O, ei, ai maka-totonggo-k au ina-ama-n ala ‘engkau, kalian, kami saya mempertemukan orang tuanya’
Ndia niki-totonggo-k au ina-ama-n ala ‘dia saya mempertemukan orang tuanya’
Ita taka-totonggo-k au ina-ama-n ala ‘kita saya mempertemukan orang tuanya’
Sila lama-totonggo-k au ina-ama-n ala ‘mereka saya mempertemukan orang tuanya’
Dari contoh (47), (48), dan (49) di atas terlihat bahwa setiap bentuk dasar yang diberi konkordansi proklitik menghasilkan verba yang mengandung makna kausatif dalam fungsi sintaksis. Pada contoh (47), kata buna ‘bunga’ yang berkategori nomina diberi proklitik menghasilkan verba yang bermakna kausatif yaitu subjek menyebabkan pohon itu berbunga. Pada contoh (48), kata tobi ‘panas’ yang berkategori adjektiva diberi proklitik dan menghasilkan verba yang bermakna kausatif yaitu subjek menyebabkan air itu menjadi panas. Pada contoh (49), bentuk -tonggo ‘bertemu’ diberi proklitik dan menghasilkan verba yang bermakna kausatif yaitu subjek menyebabkan orang tuanya bertemu.



BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa proses pembentukan konkordansi dalam bahasa Rote dialek Loleh berupa pemberian klitik pronomina yaitu proklitik dilekatkan pada unsur-unsur yang predikatif dalam sebuah kalimat. Terdapat beberapa bentuk konkordansi adalah konkordansi pada bentuk dasar nomina, pada bentuk dasar adjektiva, dan pada bentuk dasar verba.
Bentuk-bentuk konkordansi dalam bahasa Rote dialek Loleh berfungsi untuk mengubah kategori nomina menjadi verba, mengubah kategori adjektiva menjadi verba, dan membentuk bentuk dasar verba terikat menjadi verba bebas. Ada beberapa makna gramatikal yang terkandung dalam bentuk-bentuk konkordansi dalam bahasa Rote dialek Loleh adalah makna reflektif, translatif, aksi, dan kausatif.

5.2 Saran `
Diperlukan penelitian yang lebih mendalam tentang bahasa Rote, baik bidang fonologi, morfologi, maupun sintaksis, khususnya penelitian tentang konkordansi bahasa Rote untuk mengungkapkan hal-hal yang belum dikaji dalam penelitian ini. Bahasa Rote juga perlu dipelihara dan dilestarikan sebagai salah satu bahasa daerah yang merupakan kekayaan budaya bangsa melalui pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah.



DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 1993. Linguistik: Suatu Pengantar. Bandung: PT. Angkasa
Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Balukh, J. 2007. Pelajaran Bahasa Rote: Untuk SD Kelas 3. Kupang: UPTD Bahasa, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Timur.
Balukh, J. 2008. Pembentukan Verba nana- -(k) Dalam Bahasa Rote: Antara Pasif dan Antikausatif. Kupang: STIBA Cakrawala. Linguistika Vol. 15, No. 29
Bloomfield, L. 1995. Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Corbett, G. Graville. 2003. Agreement: Terms and Boundaries. Texas Linguistics Forum. http://www.pdfound.com/agreement.html
Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: CV. Pustaka Setia
Den Dikken, Marcel. 2005. Agreement. http://www.pdfound.com/pdf/agree-ment.html
Djajasudarma, F. 1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Eresco
Djunaidi, Abdul. 2004. Persesuaian Dalam Bahasa Aceh. Jurnal Bahasa dan Seni, Tahun 32, hal. 139
Donohue, Mark. 1999. A most agreeable language. Paper presented at the conference of the Australian Linguistics Society, University of Western Australia, Perth, 30 September 1999
Echols, Jhon dan Hassan Shadily. 2003. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Fanggidae, A.M, dkk. 1998. Morfologi Bahasa Rote. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Fokker, A.A. 1980. Pengantar Sintaksi Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita
Fox, James J. 1986. Bahasa, Sastra dan Sejarah: Kumpulan Karangan mengenai Masyarakat Pulau Roti. Jakarta: Djambatan.
Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif: Aplikasi untuk Penelitan Pendidikan, Hukum, Ekonomi dan Manajemen, Sosial, Humaniora, Politik, Agama, dan Filsafat. Jakarta: GP Press
Keraf, Gorys. 1990. Linguistik Bandingan Tipologis. Jakarta: PT. Gramedia
Kesuma, Mastoyo J. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Carasvatibooks
Kracht, Marcus. 1999. Agreement Morphology, Argument Structure and Syntax. Berlin, http://www.pdfound.com/pdf/agreement.html
Kridalaksana, Harimurti. 1974. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa: Kumpulan Karangan. Ende: Arnoldus
. 1989. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia
. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Martinet, Andre. 1987. Ilmu Bahasa: Pengantar. Yogyakarta: Kanisius
Mboeik, S. J. dkk. 1985. Sastra Lisan Rote. Program Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah NTT, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Moeliono, dkk. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Moleong, Lexy, J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosada Karya
Muhadjir, H. Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia
Nduru, Sopani. 2007. Klitika Bahasa Nias Dialek Tengah. Medan: Departemen Sstra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Sumatra Utara. Program Strata I.
Parera, Daniel. 1978. Pengantar Linguistik Umum: Bidang Sintaksis. Ende: PT. Nusa Indah
Pateda, Mansoer. 1994. Linguistik: Sebuah Pengantar. Bandung: Angkasa
Ramey, William. 2009. Grammatical Concord and The Greek Article As It Related to Nouns, Morphology: The Nominal System (Part 2). http://www.pd-found.com/pdf/concord.html
Ramlan, M. 1995. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: CV. Karyono.
Reichling, Anton. 1971. Bahasa: Hukum-hukum dan hakekatnya, terjemahan Willie Koen. Ende: Nusa Indah
Saidi, Shaleh. 1994. Linguistik Bandingan Nusantara. Ende: PT. Nusa Indah
Samarin, W. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Yogyakarta: Kanisius
Saragih, Yansen. 2006. Penyesuaian (Agreement) Subjek dan Kata Kerja Dalam Bahasa Ansus, Papua. Jurnal LINGUISTIKA Vol. 15, No. 28.
Surakhmad, Winarno. 2004. Pengantar Penelitan Ilmiah: Dasar, Metode, dan Teknik. Bandung: Tarsito
Tarigan, Henry. 1984. Pengajaran Sintaksis. Bandung: Angasa
Tim Penyusun. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Uhlenbeek, E.M. 1982. Ilmu Bahasa: Pengantar dasar. Jakarta: Djambatan
Verhaar, 1970. Teori Linguistik dan Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius
. 2006. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press


Lampiran I
BIODATA INFORMAN
1. Nama : Mesakh Ketty
Umur : 37 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tani
Alamat : Bandu - Desa Bebalain
2. Nama : Anderias Balukh
Umur : 44 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tani
Alamat : Maku – Desa Oematamboli
3. Nama : Adikasper Adu
Umur : 31 tahun
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru
Alamat : Kolobolon – Desa Kolobolon
4. Nama : Jermias Mbado
Umur : 45 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tani
Alamat : Le Mulik – Desa Kuli
5. Nama : Dance Mbado
Umur : 30 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tani
Alamat : Souktuanan – Desa Suelain
6. Nama : Zetri Ndolu, S.Pd
Umur : 28 tahun
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru
Alamat : Oeteas – Desa Helebeik

Lampiran II
DATA KONKORDANSI BAHASA ROTE DIALEK LOLEH

BENTUK DASAR NOMINA
1. Manu ndia ni-tolo ndia afik ‘ayam itu bertelur kemarin’
2. Manu-la la-tolo ndia afik ‘ayam-ayam itu bertelur kemarin’
3. O ma-tolo leo manu ‘engkau bertelur seperti ayam’
4. Ita ta ta-tolo ‘kita tidak bertelur’
5. Manu tolo-n inahuk ‘telur ayam itu besar’
6. Mbuik ndia tolo-n ‘telur burung itu’
7. Mbao ni-boa so te bei ta latuk ‘mangga sudah berbuah tapi belum masak’
8. Hundi-la lae “Ai ta hambu ma-boa so!” ‘Pisang berkata “kami tidak pernah berbuah”’
9. Delo boa-n makek ‘buah jeruk manis’
10. Delo-la la-boa so ‘jeruk-jeruk sudah berbuah’
11. Au a-hala la’i dua ‘saya bersuara dua kali’
12. Ndia ni-hala la’i dua ‘dia bersuara dua kali’
13. Ai ma-hala nai osi dale ‘kami bersuara di dalam kebun’
14. Ita ta-hala nai osi dale ‘kita bersuara di dalam kebun’
15. Sila la-hala lai kama dale ‘mereka bersuara di dalam kamar’
16. Hala-n basi nanseli ‘suaranya bagus sekali’
17. Mama hala-n leo Nike Ardila ‘suara ibu seperti Nike Ardila’
18. Ndia ni-uma nai Kota so ‘dia sudah berumah di Kupang’
19. Au a-mata nitu ‘saya berwajah setan’
20. O ma-mata kamulu ‘engkau berwajah jelek’
21. Ndia ni-mata make ‘dia bermuka masam’
22. Ai ma-mata muka kamulu ‘kami berwajah jelek’
23. Ita ta-mata leo mamate ‘saya berwajah seperti mayat’
24. Sila la-mata make ‘mereka bermuka masam’
25. Au a-mata muka kamulu ‘saya berwajah jelek’
26. Mata-n barisi ‘wajahnya ganteng’
27. Ai ndia ta ni-doo so ‘pohon itu tidak berdaun lagi’
28. Mbao-la la-doo mbila ‘mangga-mangga berdaun merah’
29. Delo doo-n momodok ‘daun jeruk berwarna hijau’
30. Ei-n bulu-n manalu ‘bulu kakinya panjang’
31. Au bafa-n ni-bulu ‘mulut saya berbulu’
32. Ita ta-bulu leo kode ‘kita berbulu seperti kera’
33. Ndia nisi-n ni-daa ‘giginya berdarah’
34. Au a-daa ‘saya berdarah’
35. Daa-n ana titi ‘darahnya menetes’
36. Hataholi daa-n mbilas ‘darah manusia berwarna merah’
37. Au a-luu ‘saya mengeluarkan air mata (menangis)’
38. Ndia ni-luu ‘dia mengeluarkan air mata (menangis)’
39. Luu-n ana tuda ‘air matanya jatuh’
40. Papa luu-n ana tuda ‘air mata ayah jatuh’
41. Au a-osi nai Deloana ‘saya berkebun di Deloana’
42. To’o ni-osi nai Bebalain ‘Paman berkebun di Bebalain’
43. Au mata-n ni-oe ‘mata saya berair’
44. Papa ninu oe ‘ayah minum air’
45. Basa oe matak ala la-oe so ‘semua mata air sudah berair’
46. Bungga ndia ni-buna ‘bunga itu berbunga’
47. Ai ndia buna-n momodok ‘bunga pohon itu berwarna hijau’
48. Au aka-bubuna-k bungga ndia ‘saya membuat bunga itu berbunga’
49. Ai maka-bubuna-k bungga ndia ‘kami membuat bunga itu berbunga’
50. Ei maka-bubuna-k bungga ndia ‘kalian membuat bunga itu berbunga’
51. Ita taka-bubuna-k bungga ndia ‘kita membuat bunga itu berbunga’
52. Sila laka-bubuna-k bungga ndia ‘mereka membuat bunga itu berbunga’
53. Ndia niki-bubuna-k bungga ndia ‘dia membuat bunga itu berbunga’
54. O maka-bubuna-k bungga ndia ‘engkau membuat bunga itu berbunga’
55. Au aka-hihina-k dale-n ‘saya melukai hatinya’
56. O maka-hihina-k dale-n ‘engkau melukai hatinya’
57. Ndia niki-hihina-k dale-n ‘dia melukai hatinya’
58. Ai maka-hihina-k dale-n ‘kami melukai hatinya’
59. Ei maka-hihina-k dale-n ‘kalian melukai hatinya’
60. Sila laka-hihina-k dale-n ‘mereka melukai hatinya’
61. Ita taka-hihina-k dale-n ‘kita melukai hatinya’
62. Au aka-dadaa-k ndia ei-n ‘saya membuat kakinya berdarah’
63. Ita taka-dadaa-k ndia ei-n ‘kita membuat kakinya berdarah’
64. O maka-dadaa-k ndia ei-n ‘engkau membuat kakinya berdarah’
65. Ndia niki-dadaa-k ndia ei-n ‘dia membuat kakinya berdarah’
66. Ei maka-dadaa-k ndia ei-n ‘kalian membuat kakinya berdarah’
67. Ai maka-dadaa-k ndia ei-n ‘kami membuat kakinya berdarah’
68. Sila laka-dadaa-k ndia ei-n ‘mereka membuat kakinya berdarah’
69. Au aka-boboa-k ai ndia ‘saya membuat pohon itu berbuah’
70. O maka-boboa-k ai ndia ‘engkau membuat pohon itu berbuah’
71. Ndia niki-boboa-k ai ndia ‘dia membuat pohon itu berbuah’
72. Ai maka-boboa-k ai ndia ‘kami membuat pohon itu berbuah’
73. Ei maka-boboa-k ai ndia ‘kalian membuat pohon itu berbuah’
74. Ita taka-boboa-k ai ndia ‘kita membuat pohon itu berbuah’
75. Sila laka-boboak ai ndia ‘mereka membuat pohon itu berbuah’
BENTUK DASAR AJEKTIVA (75)
76. Dfw
77. Fwerf
78. Au aka-dedema
79. Au aka-susufu oe hana
80. Au aka-mamaek ndia
BENTUK DASAR VERBA (75)
81. Au Ø-ua ndia ka’a-n ‘saya bersama kakaknya’
82. O m-ua ndia ka’a-n ‘engkau bersama kakaknya’
83. Ndia n-o ndia ka’a-n ‘dia bersama kakaknya’
84. Ai m-ia ndia ka’a-n ‘kami bersama kakaknya’
85. Ita t-o ndia ka’a-n ‘kita bersama kakaknya’
86. Ei m-ia ndia ka’a-n ‘kalian bersama kakaknya’
87. Sila l-o ndia ka’a-n ‘mereka bersama kakaknya’
88. Au Ø-inu kofi nggalas esa ‘saya minum kopi satu gelas’
89. O m-inu kofi nggalas esa ‘engkau minum kopi satu gelas’
90. Ndia n-inu kofi nggalas esa ‘dia minum kopi satu gelas’
91. Ai m-inu kofi nggalas esa ‘kami minum kopi satu gelas’
92. Ita t-inu kofi nggalas esa ‘kita minum kopi satu gelas’
93. Ei m-inu kofi nggalas esa ‘kalian minum kopi satu gelas’
94. Sila l-inu kofi nggalas esa ‘mereka minum kopi satu gelas’
95. Au Ø-oke doik nai mama ‘saya minta uang di ibu’
96. O m-oke doik nai mama ‘engkau minta uang di ibu’
97. Ndia n-oke doik nai mama ‘dia minta uang di ibu’
98. Ai m-oke doik nai mama ‘kami minta uang di ibu’
99. Ita t-oke doik nai mama ‘kita minta uang di ibu’
100. Ei m-oke doik nai mama ‘kalian minta uang di ibu’
101. Sila l-oke doik nai mama ‘mereka minta uang di ibu’
102. Au Ø-u’a kakau ma mbelak ‘saya makan nasi dan jagung’
103. Au Ø-u’a kakau ma mbelak ‘saya makan nasi dan jagung’
104. Au Ø-u’a kakau ma mbelak ‘saya makan nasi dan jagung’
105. Au Ø-u’a kakau ma mbelak ‘saya makan nasi dan jagung’
106. Au Ø-u’a kakau ma mbelak ‘saya makan nasi dan jagung’
107. Au Ø-u’a kakau ma mbelak ‘saya makan nasi dan jagung’
108. Au Ø-u’a kakau ma mbelak ‘saya makan nasi dan jagung’
109. Au Ø-uni pasak u ‘saya pergi ke pasar’
110. O m-uni pasak mu ‘engkau pergi ke pasar’
111. Ita t-eni pasak teu ‘kita pergi ke pasar’
112. Ai m-ini pasak miu ‘kami pergi ke pasar’
113. Ndia n-ini pasak neu ‘dia pergi ke pasar’
114. Ei m-ini pasak miu ‘kalian pergi ke pasar’
115. Sila l-eni pasak leu ‘mereka pergi ke pasar’
116. Au Ø-ita kamba manamopok ndia afik
117. Au Ø-usik nula dale
118. Au Ø-ua ndia ka’a-n
119. Au a-sale kii
120. Au a-hani fadik nai hadeoe
121. Au a-nggou ndia mama-n
122. Au a-noli dede’a Lote
123. Au a-fada nono-n ala
124. Au a-diu (oe) ndia afik bobo-n
125. Au a-tane neu tolano-n
126. Au a-lai uni kama dale u
127. Au aka-totonggok ina-ama-n ala
128. Au aka-


ANGGAMA SALANIK MA SAKOLA NAI LOTE TUTUIN
Anggama salanik ma susula malalaok neni Lote do Kale neu ndia teuka 1792. Lole faik ia dalen do lada ledok ia tein, ita tatonggo esa tesa beletataun nai Manetualain uman, do ita luma nda teu dua tama beleota nai Lamatuak lon ia.
Tute hu hataholi Heti Loleh do Ningga Lada sangga simbo susula malalaok dede’a Ningga Lada, ma andiana Ningga Lada sangga simbo susula malalafuk dede’a Loleh. Hu ndia de au hule neu ama sala ma au taiboni neu ina sala fo ita tasaneda ndanda neu hida bei hata na ma ita tafalende lolo neu dato bei don ele.
Neu lelek hataholi Lote bei songgo nitu. Neu tembok andiana Kale bei tanggu mula, ma neu lelek manetua tuni temak, ma neu tembok kamasu’ik ndeni hata tak, de falu ina-la dadi lai Lote ma ana ma-la moli lai Kale. Falu ina-la lumata besekedu hu ala to’a beledodoi (doidoso) ma ana mak ala mbinu idu besebota hu ala beledodoso.
Langgou ngganggali loke lemba ma lalo lelea taiboni doidoso, tehu manalemba la’e ta-na losa ma mana-doisou ta-na nduku de ketu falu ina-la namahenan ma ladi ana mak ala nakabanin. Hu ndia de mane Heti Loleh do Ningga Lada fo Ndi’i Hu’a ana dale hedi, ma Boko Tada Muri do Rene Kona fo Foe Mbura ana bei sona hu susuek do lela ta nai Kale.
Dua sala du’a sangga ndolu, dua sala afi tungga lela, dua sala dalek esa dudu’an lo Mane Pena Pua do Bakalama fo Tou Dengga Lilo ma dua sala teik esa a’afin lo Boko, ma Danda Nane do Nggede Kee fo Nala Naong.
Boema ala fenu nade tonda ofan nade “Sangga Ndolu” ma ala balatola balupaun nade “Tungga Lela” fo ofa maneni Matabi Oen neu. Neu fai fo’an de ledo ekon, dua sala laba lala lalupaaun do ala tingga lala tonda ofan. Ala leko la benggiti de lalida labeu, ala pake uli betide de la’ei tuku leu. Ala tada ani lesik sain manamomodon ma ala sida li tungga liun mananggeon. Ala tuli sapid ape do ala lai bebe’ino, ala nafu leu Jabadipa daen do ala se leu Matabi Oen.
Ala latonggo lo pandita lou fulak neme Olanda ma ala laneta lo mese matameok Olanda. Tehu kokolan ala ta-la lato’uk do dede’an ala ta-la latutik, hu esa ko kokolan ma esa ko dede’an de ala soda lanolin dede’a Malai beifo lafada sila mamain ma ala tuli sila hihin. Boema pandita-la lanolin sala Manetualain Hala Malolen ma mese anggama-la lafada sala Lamatuak Yesus Dala Sodan, boema dua sala lasale dalek ma tuke teik, ala salani mane Ndi’i Hu’a nade Balsasar Paulus Zacharias ma ala salani mane Foe Mbura nade Benjamin Messakh. Ala tabis dua sala dadik pandita (Inlandsch Leeraar) ma ala so’u sala dadik mese sakola.
Boema ala fali leni Lote daen leu ma ala tulek leni Kale oen leu ndia teuka 1729. Ala losa Lote daen ma ala nduku Kale oen boema mane Lole fo Zacharias nanggou ngganggali Manetualain hala Malolen meme Mando Lain, mane Thie fo Messakh nalo lelea Lamatuak Yesus Dala Soda Mandan neme Fiulain. Losa Manetualain Hala Malolen nanatuik basa Lote de ana lena tasi losa Savu, Helok, ma Litilifun do Soetata. Lamatuak Yesus Dala Soda Mandan nanabenggak losa basa Kale de ana ladi le losa Savu, Helok, ma Litilifun.
Hu losa lole faik ia dalen do lada ledok ia tein tetun bei ta ma teman bei ta, hu hataholi ta-la lambakai dai Susula Malalaok malai tutudan hu sakolan ta-na losa. Hu andiana ta nilelak nabe’i Susula Malalafuk malai ndandan hu malelan ta-na nduku.

Komentar

  1. terima kasih banyak, ini bisa mwmbntu sekali. tapi boleh tau orang yg menulis artikel ini tidak..???

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Leksi S. Y. Ingguoe dari Rote Kec. LOBALAIN..DESA LOLEOEN..NUSAK LOLE..PENULIS TATA BAHASA ROTE...GURU DI SMP N 5 LOBALAIN

      Hapus
    2. Pak Leksi, apa terjemahan bahasa rote untuk 'Bolelebo Beranak Kambing'? Teman saya sedang memikirkan judul aransemen untuk orkestra, medley lagu Bolelebo dan Anak Kambing Saya dalam bahasa rote. Atau mungkin bapak bisa usulkan judul lain yg lebih baik. Terimakasih

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

kamus bahasa rote

nusak di Pulau Rote --- Leksi Ingguoe

BAHASA ROTE OLEH LEKSI INGGUOE